MEMAHAMI HADIS MENIKAH DENGAN SEORANG PERAWAN
Kajian Ma'anil Hadis
Oleh: Fikri Noor Al Mubarok
Oleh: Fikri Noor Al Mubarok
A.
Pendahuluan
Hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang menduduki
posisi signifikan, baik secara struktural maupun fungsional. Secara struktural
menduduki posisi kedua setelah al-Quran, namun jika dilihat secara fungsional,
ia merupakan bayan (eksplanasi) terhadap ayat-ayat al-Quran yang
bersifat ‘am (umum), mujmal (global) atau mutlaq.[1]
Disamping sebagai bayan terhadap al-Quran, hadis secara mandiri
sesungguhnya dapat menetapkan suatu ketetapan yang belum diatur dalam al-Quran.
Namun persoalannya adalah bahwa untuk memahami suatu hadis dengan “baik”,
tidaklah mudah. Untuk itu diperlukan seperangkat metodologi dalam memahami
hadis.[2]
Salah satu hadis akan dipaparkan oleh penulis dengan telaah ma’anil hadis ini adalah
hadis Nabi tentang menikah dengan seorang perawan. Selanjutnya hadis ini akan
dianalisis dengan menggunakan metodologi yang telah dipaparkan oleh M. Syuhudi
Ismail dalam bukunya Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual; Telaah Ma’ani al-Hadis
Tentang Ajaran yang Universal, Temporal, dan Lokal.
B.
Matan
hadis
Matan hadis yang akan dianalisis adalah hadis dari Jabir bin
‘Abdillah yang telah di takhrij oleh at-Tirmidzi.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فَأَتَيْتُ النَّبِىَّ ص م
فَقَالَ « أَتَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ ». فَقُلْتُ نَعَمْ. فَقَالَ « بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا
». فَقُلْتُ لاَ بَلْ ثَيِّبًا. فَقَالَ
« هَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ
». فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَبْدَ اللَّهِ مَاتَ وَتَرَكَ سَبْعَ بَنَاتٍ
أَوْ تِسْعًا فَجِئْتُ بِمَنْ يَقُومُ عَلَيْهِنَّ.
قَالَ فَدَعَا لِى[3]
Artinya: ”Diriwayatkan dari Jabir bin Abdilllah, (bahwa) ia
berkata: Aku telah menikah dengan seorang perempuan kemudian aku menemui Nabi
saw kemudian beliau bertanya: Apakah engkau telah menikah wahai Jabir? Aku
menjawab: Ya. Nabi bertanya (lagi): perawan atau janda? Aku menjawab: Janda. Nabi
berkata: Mengapa engkau tidak memilih perawan saja yang engkau dan dia bisa
saling bermain dan senda gurau. Aku menjawab: Ya Rasulullah, sesungguhnya Abdullah
telah meinggal dan meninggalkan 7 sampai 9 anak kemudian aku memenui walinya
(untuk melamarnya). Kemudian ia memanggilku (baca: menerimaku).”
C.
Kerangka
penelitian
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, tulisan ini akan
menggunakan metodologi pemahaman hadis yang telah dipaparkan M.Syuhudi Ismail.
Dalam buku tersebut setidaknya untuk memehami hadis ada 4 tahapan:
1.
Dilihat
dari bentuk matan hadis Nabi dan cakupannya. Pada tahap ini bentuk matan dibagi
menjadi jawami’ al-kalim (ungkapan yang singkat namun
padat makna), tamsil (perumpamaan), bahasa simbolik (ramzi),
bahasa percakapan (dialog), ungkapan analogi (qiyasi), dan lain-lain.
Matan hadis yang berbentuk jami’al-kalim adakalanya berbentuk tamsil,
dialog, ataupun lainnya.[4]
2.
Dilihat
dari kandungan hadis dihubungkan dengan fungsi Nabi Muhammad.[5] Pada tahap ini suatu hadis akan dilihat posisi dan fungsi Nabi pada
saat menyampaikan sabdanya. Pada tahap ini akan berimplikasi hadis tersebut tasyri’
atau ghairu tasyri’.
3.
Dilihat
dari petunjuk hadis Nabi dihubungkan dengan latar belakang terjadinya. Pada
tahap ini akan dilihat asbāb al-wurūd dalam hadis ini untuk memahaminya.[6]
4.
Dilihat
dari petunjuk hadis Nabi yang tampak saling bertentangan.[7] Pada tahap ini untuk memahami suatu hadis yang tampak bertentangan
maka ada 3 hal yang perlu dilakukan. Pertama, tidak hanya dilihat secara
tekstual saja tapi harus dilihat secara kontekstual. Kedua, harus dikaji dengan
dalil-dalil lainnya, baik naqli maupun non-naqli. Ketiga, diperlukan kegiatan
ijtihad.[8]
D.
Pembahasan
Hadis diatas akan dianalisis dengan urutan diatas.
1.
Dilihat
dari bentuk matan hadis Nabi dan cakupannya.
Jika
dilihat dari bentuk matannya, maka hadis diatas tergolong hadis yang bentuk
matannya berupa percakapan (dialog).
2.
Dilihat
dari kandungan hadis dihubungkan dengan fungsi Nabi Muhammad.
Klasifikasi
hadis Nabi menurut fungsinya Nabi tatkala hadis itu dikemukakan memang suatu
hal yang sulit. Namun melihat kandungan hadis diatas dengan dihubungkan dengan
fungsi Nabi maka hadis ini tergolong hadis yang menfungsikan (memposisikan)
Muhammad sebagai Rasulullah. Karena kandungan hadis diatas adalah menyangkut
perihal pernikahan sedangkan pernikahan merupakan hal-hal yang diatur syari’at Islam.
Sehingga hadis ini mengfungsikan Muhammad sebagai Rasulullah. Jadi hadis ini
tergolong pada hadis tasyri’.
3.
Dilihat
dari petunjuk hadis Nabi dihubungkan dengan latar belakang terjadinya.
Selama
penelusuran penulis dalam kitab-kitab syarah tidak ditemukan adanya latar
belakang (asbāb al-wurūd) terjadinya hadis diatas. Namun jika dilihat
dari teks hadis diatas maka dapat diketahui bahwa latar belakang terjadinya
hadis adalah pada saat itu Jabir bin Abdullah telah menikah kemudian beliau
bertanya kepada Nabi. Lalu Nabi menanyakan kepada Jabir kenapa tidak menikah
dengan perawan saja. Dan Jabir menjelaskan alasan kenapa beliau menikah dengan
seorang janda yang telah memilki 7 atau 9 anak.
4.
Dilihat
dari petunjuk hadis Nabi yang tampak saling bertentangan.
Hadis
diatas tidak saling bertentangan dengan hadis manapun.
Penulis tidak menemukan kitab syarah hadis yang membahas hadis ini
dengan sanad yang telah disebutkan diatas. Namun penulis menemukan kitab syarah
yang membahas hadis ini dengan sanad dan matan yang berbeda.
حدثنا ( مسدد ) حدثنا ( حماد بن زيد ) عن ( عمرو
) عن ( جابر بن عبد الله ) رضي الله عنهما قال هلك أبي وترك سبع بنات أو تسع بنات
فتزوجت امرأة ثيبا فقال لي رسول الله أتزوجت يا جابر فقلت نعم فقال بكرا أم ثيبا
قلت بل ثيبا قال فهلا جارية تلاعبها وتلاعبك وتضاحكها وتضاحكك قال فقلت له إن عبد
الله هلك وترك بنات وإني كرهت أن أجيئهن بمثلهن فتزوجت امرأة تقوم عليهن وتصلحهن
فقال بارك الله لك أو قال خيرا[9]
Kitab syarah ini hanya mensyarah kata mitsluhunna[10] dan qāla khair.[11] Kitab ini tidak menjelaskan secara spesifik tentang pemaknaan
hadis ini.[12]
Selanjutnya penulis akan mencoba menelaah makna hadis diatas
sebagai berikut.
Dilihat dari tesk hadis
diatas maka hadis diatas menjelaskan 2 hal. Pertama, pertanyaan Nabi tentang
menikah dengan seorang perawan. Kedua, menikah dengan seorang janda untuk menolongnya.
Hal pertama, secara tekstual Nabi bertanya kepada Jabir kenapa ia
tidak memilih menikah dengan seorang perawan. Pertanyaan Nabi tersebut secara kontekstual
(tersirat) menunjukkan bahwa Nabi menganjurkan kepada Jabir agar ia menikah
dengan seorang perawan yang antara dia dan istrinya (yang perawan) nanti bisa
saling bermain-main dan bersenda gurau. Dari anjuran Nabi tersebut ada beberapa
kemungkinan. Pertama, mungkin yang dimaksudkan Nabi pada saat itu adalah
sebaiknya untuk pernikahan pertama yang dilakukan oleh seorang perjaka (jika Jabir
sebelumnya belum pernah menikah) adalah menikah dengan perawan terlebih dahulu.
Kedua, mungkin yang dimaksud adalah bahwa secara psikologis jika kedua pasangan
adalah seorang perjaka dan perawan maka mereka akan mengalami masa-masa
pernikahan untuk pertama kalinya bersama-sama sehingga hal-hal baru yang mereka
alami selama pernikahan akan lebih terasa indah. Untuk hal ini masih diperlukan
tinjaun dari ilmu psikologi. Ketiga, mungkin pada waktu itu Nabi ingin
menjodohkan Jabir dengan seorang perawan lain. Keempat, mungkin Nabi
menganjurkan Jabir (jika Jabir sudah menikah) untuk menikah dengan perawan
karena Jabir sebelumnya telah menikah dengan seorang janda dan Nabi ingin agar Jabir
juga mendapatkan istri seorang perawan. Menurut penulis kemungkinan yang paling
cocok adalah kemungkinan pertama. Selanjutnya hadis ini adalah membahas masalah
pernikahan dan hal itu adalah salah satu ajaran Islam yang bersifat universal.
Mengenai hukum menikah dengan perawan menurut penulis hukumnya
adalah sunnah. Karena melihat dari cara Rasulullah menyampaikan perintahnya
untuk menikah dengan seorang perawan adalah dengan menggunakan kalimat
pertanyaan, bukan dengan kalimat ‘amr (perintah).
Hal kedua, secara tesktual Jabir menikahi janda tersebut adalah
untuk membantu dan menolong janda yang telah ditinggal mati suaminya dengan
meninggalkan anak yang banyak. Hal ini adalah hal yang sangat diperintahkan
oleh agama Islam yaitu membantu setiap orang yang kesusahan. Banyak al-Quran
dan hadis yang memerintahkan kepada umat manusia untuk membantu saudara seiman
dari segala kesusahan. Mungkin jika memang Jabir pada saat itu memang sudah
menikah adalah untuk menunjukkan bahwa tujuan poligami adalah bukan hanya untuk
tujuan seks belaka tapi cenderung untuk kepentingan yang lebih besar. Dan dalam
kasus ini adalah membantu seorang janda yang menjadi single parent
dengan memiliki 7 atau 9 anak. Namun mungkin saja Jabir (jika Jabir belum
pernah menikah sebelumnya) ingin mengikuti Rasulullahyang pernikahan pertamanya
adalah dengan seorang janda (Siti Khadijah) sekaligus Jabir juga membantu janda
tersebut.
Membantu sesama manusia terutama sesama saudara seiman adalah
ajaran dasar Islam. dengan demikian, maka hadis ini bersifat universal.
E.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa ternyata hadis diatas dapat dipahami secara tekstual dan kontekstual
sekaligus. Dan dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa hadis ini bersifat
universal.
Tulisan diatas sangatlah jauh dari
kata sempurna. Penulis hanya berusaha menelaah hadis diatas sesuai dengan
kemampuan penulis. Masih banyak kekurangan dalam tulisan ini. Oleh karenanya
saran dan kritik sangat dibutuhkan penulis. Penulis juga ingin mengucapkan
terimakasih kepada dosen yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan
kepada kami ilmu yang berharga.
Yogyakarta, 20 Januari 2013
(Bagi para pengunjung yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan sertakan nama penulis pada tulisan anda)
[1]
Prof. Dr. Said Agil Husin Munawwar, Studi Kritik Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual,
cet I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm 3.
[2] Ibid,
hlm 5.
[3] at-Tirmidzī,
Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, al-Jāmi‘ al-Kabīr, cet. I, (Beirut: Dār
al-Gharb, 1996), 2:391, no. 1106.
[4] M.
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual Dan Kontekstual; Telaah Ma’anil
Hadis tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, Dan Lokal, cet I, (Jakarta:
Bulan bintang, 1994), hlm 9.
[5] Ibid.,
hlm 33.
[6] Ibid.,
hlm 49.
[7] Ibid.,
hlm 71.
[8] Ibid.,
hlm 86-87.
[9]
Badr ad-Din al-‘Aini al-Hanafi, ‘Umdah al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, Bab ‘Aun
al-Mar’ah Zaujuha Fi Waladihi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islami, tth),
30:307
[10]
Dalam kitab tersebut lafal itu dimaknai dengan anak yang sama sekali tidak
memilki usaha dan pengalaman hidup dalam segala urusan.
[11]
Dalam kitab tersebut hanya disebutkan bahwa kalimat tersebut adalah keraguan
dari perawi. Namun tidak disebutkan siapa rawi yang ragu.
[12]
Ibid, hlm 308.
2 comments
Pemaparan tentang hadis menikahi seorang perawan sangat lengkap. sy tunggu kunjungan baliknya kawan..
ok gan,,, dah ku koment di posting shalat tarawih
Post a Comment