Jangan Lupa di Like Ya Sobat

×
Showing posts with label Fatwa. Show all posts
Showing posts with label Fatwa. Show all posts

Tuesday, July 23, 2013

BERBUKA PUASA KARENA MENJALANKAN UMRAH





 س: المسافر إذا وصل مكة صائماً فهل يفطر ليتقوى على أداء العمرة؟
Pertanyaan:

Seorang musafir ketika tiba di Mekkah dalam kondisi berpuasa, apakah dibolehkan berbuka untuk menguatkan stamina ketika menunaikan ibadah umrah?


فأجاب فضيلته بقوله: النبي صلى الله عليه وسلم دخل مكة عام الفتح في اليوم العشرين من رمضان، وكان صلى الله عليه وسلم مفطراً، وكان يصلي ركعتين في أهل مكة، ويقول لهم: «يا أهل مكة أتموا فإنا قوم سفر»،
Jawaban Syekh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin:
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk kota Mekkah pada tahun Penaklukan (Mekkah), itu terjadi pada hari kedua puluh Ramadhan. Beliau dalam kondisi berbuka puasa. Lalu beliau shalat dua rakaat menjadi imam bagi penduduk Mekkah, kemudian beliau bersabda: “Wahai penduduk Mekkah, sempurnakan (shalat anda semua) karena sesungguhnya kami adalah kaum yang sedang safar.”
وقد ذكر شيخ الإسلام ابن تيمية وابن كثير ـ رحمهما الله ـ أن النبي صلى الله عليه وسلم كان مفطراً في ذلك العام، أي أنه أفطر عشرة أيام في مكة في غزوة الفتح،
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnu Katsir rahimahumallaah menyebutkan bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi berbuka pada tahun itu. Yakni beliau berbuka sepuluh hari di Mekkah dalam saat Penaklukan (Mekkah).
وفي صحيح البخاري عن ابن عباس ـ رضي الله عنهما ـ قال: «لم يزل مفطراً حتى انسلخ الشهر»
Dalam Shahih Bukhari, dari shahabat Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata, “Beliau terus berbuka sampai bulan berakhir.” (HR. al-Bukhari, no. 1944)


كما أنه بلا شك كان يصلي ركعتين في هذه المدة؛ لأنه كان مسافراً، فلا ينقطع سفر المعتمر بوصوله إلى مكة، فلا يلزمه الإمساك إذا قدم مفطراً، بل قد نقول له: الأفضل إذا كان ذلك أقوى على أداء العمرة أن لا تصوم، مادمت إذا أديت العمرة تعبت،
Juga tidak diragukan bahwa beliau shalat dua rakaat dalam rentang waktu tersebut karena beliau musafir. Safarnya orang yang melaksanakan umrah tidak terputus dengan tibanya dia di Mekkah. Maka dia tidak diharuskan menahan (makan dan minum serta berjima) jika datang dalam kondisi berbuka. Bahkan kami katakan kepadanya, yang lebih utama, jika berbuka lebih menguatkan dalam menunaikan umrah maka anda jangan berpuasa, selama jika anda menunaikan umrah (dalam keadaan puasa) merasa sangat letih. 
وقد يكون بعض الناس مستمرًّا على صيامه حتى في السفر، نظراً لأن الصيام في السفر في الوقت الحاضر ليس به مشقة، فيستمر في سفره صائماً، ثم يقدم مكة ويكون متعباً، فيقول في نفسه: هل أستمر على صيام، أو أؤجل أداء العمرة إلى ما بعد الفطر؟ أي إلى الليل، أو الأفضل أن أفطر لأجل أن أؤدي العمرة فور وصولي إلى مكة؟ نقول له في هذه الحال: الأفضل أن تفطر حتى لو كنت صائماً فأفطر لأجل أن تؤدي العمرة فور وصولك؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا دخل مكة وهو في النسك بادر إلى المسجد، حتى كان ينيخ راحلته صلى الله عليه وسلم عند المسجد، ويدخله حتى يؤدي النسك الذي كان متلبساً به صلى الله عليه وسلم،
Terkadang ada sebagian orang terus menunaikan puasa meskipun dalam safar. Karena puasa pada masa sekarang tidak merasakan kepayahan, maka dia meneruskan puasa dalam safarnya. Namun, ketika tiba di Mekkah dalam kondisi letih. Lalu dia bertanya-tanya kepada dirinya: “Apakah saya lanjutkan puasa dan menunda umrah setelah berbuka? Yakni sampai malam. Atau lebih utama saya berbuka agar dapat menunaikan umrah langsung setelah tiba di Mekkah?.” Kami katakan kepadanya, dalam kondisi seperti ini, lebih baik anda berbuka, meskipun anda sebelumnya berpuasa, maka berbukalah. Agar dapat menunaikan umrah langsung ketika anda tiba di Mekakah. Karena Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya kalau tiba di Mekkah dalam keadaan ibadah (umrah atau haji) beliau bersegera menuju masjid, dan menambatkan hewan tunggangannya di Masjid, lalu beliau memasuki masjid agar dapat menunaikan manasik yang sedang beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam tunaikan.
فكونك تفطر لتؤدي العمرة بنشاط في النهار أفضل من كونك تبقى صائماً، ثم إذا أفطرت في الليل قضيت عمرتك
Jika anda berbuka dengan tujuan agar kuat dalam menunaikan umroh dengan semangat di waktu siang hari, lebih baik dibandingkan anda tetap berpuasa, kemudian sesudah berbuka waktu malam, baru anda menunaikan umrah anda.
وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم كان صائماً في سفره لغزوة الفتح، فجاء إليه أناس فقالوا: يا رسول الله إن الناس قد شق عليهم الصيام، وإنهم ينتظرون ماذا تفعل؟ وكان هذا بعد العصر، فدعا النبي صلى الله عليه وسلم بماء فشرب، والناس ينظرون، فأفطر صلى الله عليه وسلم في أثناء السفر، بل أفطر في آخر اليوم، كل هذا من أجل أن لا يشق الإنسان على نفسه بالصيام
Terdapat riwayat shahih dari Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau dalam kondisi berpuasa ketika safar saat penaklukan Mekkah. Kemudian orang-orang datang kepada beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya orang-orang mengalami kepayahan dalam berpuasa, dan mereka menunggu apa yang akan anda lakukan?” Hal ini terjadi setelah Ashar. Kemudian Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam meminta air, lalu beliau meminumnya dengan disaksikan orang-orang. Beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka di tengah perjalanan, bahkan beliau berbuka pada penghujung hari. Semua ini beliau lakukan agar tidak membuat orang kepayahan karena melihat dirinya berpuasa.


وتكلف بعض الناس في الصوم في السفر مع المشقة لا شك أنه خلاف السنة، وإنه ينطبق عليهم قول النبي صلى الله عليه وسلم: “ليس من البر الصيام في السفر.”
Sebagian orang memaksakan berpuasa dalam safar walau kepayahan. Tidak diragukan lagi ini menyalahi sunnah, dan dia terkena sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Bukan merupakan suatu kebaikan berpuasa dalam safar.” 
(Lihat: Majmu Fatawa Syekh Muhammad bin Shalih Utsaimin, Fataawaa Shiyaam, hal. 138-139). 

(Tulisan berikut adalah tulisan dari ust Ridwan Hamidi yang saya dapatkan dari situs beliau).

Sunday, July 21, 2013

WUDLU YANG TERPUTUS

WUDLU YANG TERPUTUS
Oleh: Fathurrahim

Dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 6 Allah SWT berfirman :
يا أيها الذين امنوا اذا قمتم الى الصلاة فاغسلوا وجوهكم , وأيديكم الى المرافق , وامسحوا برؤوسكم , وأرجلكم الى الكعبيـــن......................الخ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah wajah kalian dan kedua tangan kalian sampai siku, usaplah kepala kalian, serta (basuh juga) kedua kaki kalian sampai mata kaki……. Dst.”
Dalam ayat tersebut Allah hanya menyebutkan 4 hal yg difardlukan dalam wudlu, yaitu membasuh muka, membasuh lengan sampai siku, mengusap kepala, dan membasuh kaki sampai mata kaki.
Dari situ para Ulama kemudian berselisih pendapat mengenai hal-hal yg berkaitan dengan kefardluan wudlu yang terdapat pada hadits nabi tentang tatacara wudhu beliau.
·      Ulama hanafiyah berpendapat bahwa rukun wudhu hanyalah 4, yaitu yg disebutkan dalam nash Al-quran.
·      Ulama malikiyah berpendapt bahwa rukun wudhu ada 7, yaitu dengan menambahkan niat, dalk, dan muwalat.
·      Dan dikalangan Syafi’iyah menyebutkan bahwa rukun wudhu ada 6, yaitu dengan menambahkan niat dan tartib.
Sehingga untuk menjawab persoalan tentang bagaimana status wudhunya seseorang yang terputus, apakah tetap sah dan tinggal melanjutkan bagian anggota wudhu yang belum terbasuh? Ataukah harus mengulanginya dari awal?. Maka disini harus jelas terlebih dahulu mengenai kedudukan muwalat di dalam wudhu, apakah sebagai kewajiban atau bukan. Yang dimaksud dengan muwalat disini adalah terus menerus dalam mengerjakan wudhu dengan sekira-kira tidak terjadi diantaranya itu pemisah , artinya satu anggota wudlu tidak boleh terselingi oleh anggota wudlu lainnya.

1. Hanafiyah dan Syafi`iyyah , Muwalat adalah sunnah tidak wajib
Mereka berdalil :
رواه مالك ، عن نافع ، عن ابن عمر ، أنه توضأ في السوق ، فغسل وجهه ويديه ومسح رأسه ، ثم دعي إلى جنازة ، فدخل المسجد ، ثم مسح على خفيه بعد ما جف وضوؤه . قالَ البيهقي : هذا صحيح عن ابن عمر ، مشهور بهذا اللفظ .

2.  Malikiyah dan Hanballah , Muwalat Adalah Fardu Wudhu
Mereka berdalil :
أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رأى رجلاً يصلي، وفي ظهر قدمه لُمْعَة قَدْرَ الدرهم لم يصبها الماء، فأمره النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أن يعيد الوضوء والصلاة. (قلت: حديث صحيح. وقال الامام أحمد: " هذا إسناد جيد "، وقوّاه ابن التركماني وابن القيم وابن حجر".

· Bahwa Rasululah Melihat seorang laki-laki sedang Sholat, dan terlihat dibelakang tumitnya ada sesuatu kotoran yang tidak terbasuh Air, maka memerintahkan Nabi SAW untuk Mengulang Wudhu adan sholatnya .

Jika tidak diwajibkan muwalat niscaya cukup hanya membasuh atau mencuci tumitnya saja.
أن رجلاً جاء إلى النّبيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وقد توضأ وترك على قدمه مثل موضع الظُّفْرِ، فقال له رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " ارجع؛ فآحسن وُضوءك ". (قلت: إسناده صحيح. ورواه ابن خزيمة في "صحيحه". وسكت عليه الحافظ) . قتادة بن دِعَامة قال: ثنا أنس بن مالك. وهذا إسناد صحيح على شرط مسلم.

· Kebiasaan Nabi SAW atas bermuwalat dalam mengerjakan wudhu
·Qiyas atas sholat, karena wudhu adalah ibadah yang dapat rusak dengan hadas , maka disyaratkan muwalat sebagaimana sholat.
Kesimpulan
Mengingat bahwa ihtiyat (kehati-hatian) dalam hal ibadah adalah wajib, maka hendaknya muwalat tetap dilakukan. disamping itu juga untuk keluar dari ikhtilaf.


Yogyakarta, 20 Juli 2013


(Bagi para pengunjung yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan sertakan nama penulis pada tulisan anda)

Saturday, July 20, 2013

SHALAT JUMAT BERTEPATAN DI HARI RAYA

SHALAT JUMAT BERTEPATAN DI HARI RAYA
Oleh: Fathurrahim



Ada beberapa hadits yang menerangkan adanya keringanan untuk tidak melakukan shalat Jumat bagi orang yang pada pagi harinya sudah melaksanakan shalat Id. Berikut beberapa hadits mengenai hal ini :

اجتمع عيدان على عهد ابن الزبير فأخر الخروج حتى تعالى النهار ثم خرج فخطب فأطال الخطبة ثم نزل فصلى ولم يصل الناس يومئذ الجمعة فذكر ذلك لابن عباس رضي الله عنهما فقال : أصاب السنة
Disebutkan bahwa para perawi hadits ini adalah orang-orang yg shaheh,

أنه صلى الله عليه و سلم صلى العيد ثم رخص في الجمعة فقال : من شاء أن يصلي فليصل "
Hadits ini dishahihkan oleh ibn madini, serta dinilai hasan oleh An-nawawi. Sedangkan ibn jauzi mengatakan bahwa hadits ini paling shahih dalam menjelaskan hal ini.

Kedua hadits ini menunjukkan bahwa shalat jumat yg dilaksanakan setelah shalat id merupakan rukhsah bagi setiap orang. Dalam hadits lain dikatakan :

من طرق عن إبراهيم بن محمد بن المُنْتَشِر عن أبيه عن حبيب بن سالم مولى النعمان بن بشير عن النعمان بن بشير قال : كان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقرأ في العيدين وفي الجمعة بـ : { سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى } و : { هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الغَاشِيَةِ } . قال : وإذا اجتمع العيد والجمعة في يوم واحد يقرأ بهما أيضاً في الصلاتين . واللفظ لمسلم .


hadits yg terakhir ini menyebutkan bahwa nabi membaca surat Al-a’la dan Al-ghasiyah pada shalat 2 hari raya dan shalat jumat. Dan pada kalimat terakhir juga dikatakan bahwa ketika shalat jumat berkumpul dengan shalat id dalam hari yg sama beliau tetap mengerjakan shalat jumat dengan 2 bacaan surat tadi. Hal ini dipahami dari kalimat :
وإذا اجتمع العيد والجمعة في يوم واحد يقرأ بهما أيضاً في الصلاتين
Sehingga disini tampak seperti terjadi ta’arudh dengan dalil hadits diatas.
Komentar para ulama’:
a.       Madzhab hadawiyah dan segolongan lain
Bahwa merupakan rukhsah untuk tidak melakukan shalat jumat ketika bertepatan dengan hari raya, sehingga boleh dikerjakan atau ditinggalkan.

b.      madzhab syafi’I dan segolongan lain
hal itu bukan merupakan rukhsah. Dengan alasan bahwa perintah shalat jumat adalah umum untuk semua hari. Sedangkan hadits2 yg mengkhususkanya ini tidak kuat, karena masih diperbincangkan sanadnya.

c.       Atha’
Kewajiban shalat jumat menjadi gugur, karena secara dhahir kalimat “من شاء أن يصلي فليصل” Menunnjukkan demikian. Selain itu juga ditunjukkan oleh perilaku ibnu zubair yg tidak datng utk shalat jumat, dan ketika perihal ibnu zubair ini dilaporkan kepada ibn abbas beliau mengakui bahwa hal itu sesuai sunnah nabi.

Hasil pengkompromian
Sebenarnya tidak ada ta’arudh antara hadits2 hadits, karena jika hanya memahami hadits diatas saja belumlah selesai mengingat ada hadits kedua yg menyatakan sebaliknya, apalagi status hadits kedua diriwayatkan oleh imam muslim. Sehingga dari sini dapat dikompromikan bahwa Nabi saw tetap melakukan shalat Jumat sekalipun hari itu bertepatan dengan hari raya. Adapun mengenai keringanan yang disebut pada riwayat yang pertama adalah merupakan keringanan bagi orang yang sangat jauh dari kota untuk menuju tempat shalat hari raya dan shalat Jumat di kala itu. Sehingga apabila seseorang harus bolak-balik, yaitu pulang dari shalat Id lalu kembali lagi untuk shalat Jumat padahal jauh tempat tinggalnya, maka akan mengalami kesukaran dan kepayahan.

Yogyakarta, 20 September 2011

(Bagi para pengunjung yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan sertakan nama penulis pada tulisan anda)

TRADISI PEMBACAAN AL-QUR’AN DI PEMAKAMAN

 TRADISI PEMBACAAN AL-QUR’AN DI PEMAKAMAN

Studi Kasus Masyarakat Kp. Kalahang Masjid Kab. Pandeglang BANTEN


A.       Pendahuluan
Sejak masa penurunannya hingga kini, al-Qur’an ternyata telah menjadi sebuah kitab yang lebih dari sekedar himpunan pedoman dan ajaran agama. Al-qur’an dianggap sebagai ‘benda hidup’ dengan segala keistimewaannya. Selain itu secara langsung al-Qur’an juga memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sentrifugal dan gerak sentripetal. Sentrifugal berarti daya dorong al-Qur’an bagi umat Islam untuk melakukan penafsiran dan pengembangan makna atas ayat-ayatnya. Sedangkan sentripetal adalah doronganuntuk merujukkan problematika hidup yang dijumpai umat Islam kepada al-Qur’an.

Kedua gerak yang dalam praksisnya tidak mungkin diurai secara terpisah tersebut menandakan adanya perbedaan atau pluralitas makna yang dikandung al-Qur’an termasuk variabel cara memperlakukannya dalam kehidupan masyarakat.

Kehidupan tidak akan pernah terlepas dengan adanya suatu komunitas. Sebab manusia, makhluk berakal, tidak mungkin bisa hidup tanpa berhubungan dengan makhluk sejenisnya (bermasyarakat) sebab ia berada di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Ia adalah bagian dari masyarakat di mana ia hidup. Maka ketika ia hidup dalam suatu komunitas, ia akan bergaul, bergumul, berselisih dan sebagainya dengan manusia lainnya. 

B.       Deskripsi Kegiatan
Tidak diketahui secara pasti tradisi membaca al-Qur’an pada makam baru ini dinamai dengan apa. Hal ini peneliti temui dalam beberapa wawancara yang penulis lakukan terhadap beberapa sumber. Namun demikian, tradisi ini dipraktekkan secara massive dibeberapa daerah sehingga dapat dipastikan kegiatan ini akan digelar setelah penguburan mayit di pemakaman.

1.    Asal-usul Kegiatan
Seperti namanya yang tidak diketahui secara pasti, asal-usul mengenai kemunculannya pun tidak diketahui secara pasti sejak kapan tepatnya kegiatan ini diadakan. Namun dari hasil wawancara dengan K.H. Muhammad, beliau menjelaskan bahwa tradisi ini memang sudah ada sejak dulu, berawal dari tradisi Hindu yang lebih dahulu masuk dan dianut oleh penduduk Nusantara. Kaitannya dengan tradisi Hindu tersebut, dikisahkan bahwa pada masa tersebut sudah menjadi tradisi setelah mayit dimakamkan maka orang-orang terdekat akan menggelar hal yang disukai mayit selama hidup. Jika si mayit senang berbuat judi, maka pada malam itu juga rekan-rekan dan sanak keluarganya akan mengadakan permainan judi di makam tersebut, apabila kegemaran si mayit semasa hidup menegak minuman keras maka kegiatan yang akan diselenggarakan adalah meminum minuman keras,  begitu juga dengan kegemaran-kegemaran lain yang sering dilakukan si mayit selama hidupnya.

Ketika Islam mulai masuk ke Nusantara, tradisi tersebut tidak berubah. Namun kemudian para da’i yang datang berusaha mengubah hal tersebut, bukan dengan kekerasan tetapi dengan kelembutan dan penuh penghormatan terhadap tradisi yang sudah lebih dulu berkembang. Dan jalan yang ditempuh pada waktu itu, adalah dengan mempertahankan tradisi yang ada, akan tetapi dengan menyisipkan muatan-muatan Islami sehingga para pelaku dan penganut sebelumnya tidak terlalu kaget dengan perubahan yang sedang diupayakan berlangsung terus, dan ibadah yang tepat dimasukkan dalam tradisi tersebut adalah al-Qur’an sehingga kegiatan-kegiatan yang tadinya diisi dengan kegiatan-kegiatan tersebut sedikit demi sedikit dirubah dengan tanpa menghilangkan bentuk asalnya agar masyarakat tidak kaget dengan perubahan yang terlalu drastis.[1]
Stategi dakwah kultural ini ternyata dapat diterima masyarakat karena perubahan yang dilakukan secara halus ini ternyata justru mampu menarik simpati masyarakat sehingga mempermudah proses penyebaran Islam.
2.    Pelaksanaan Kegiatan
Tradisi pembacaan al-Qur’an ini biasa dimulai pada malam setelah pemakaman mayit selesai dilaksanakan. Umumnya keluarga yang ditinggalkan langsung mendirikan tenda yang nantinya akan digunakan oleh orang yang akan menbacakan al-Qur’an, kemudian acara pembacaan diselenggarakan selama empat puluh hari kedepan secara berturut-turut. Pembaca yang ditunjuk pun pada dasarnya tidak ditentukan harus berasal dari golongan tertentu akan tetapi dapat dipastikan memiliki kemampuan cukup baik dalam membaca al-Qur’an, dan biasanya yang ditunjuk adalah para santri.

Prosesi pembacaan pun tidak diorientasikan untuk memperoleh capaian jumlah tertentu dalam mengkhatamkan al-Qur’an sehingga pelaksanaan dapat dilakukan tanpa tekanan. Pembaca yang ditunjuk pun biasanya berjumlah lebih dari enam sehingga pembacaan al-Qur’an dapat dilakukan secara bergantian. Adapun pihak keluarga yang menyelenggarakan hanya memberikan makanan dan minuman sekedarnya selama prosesi pembacaan berlangsung, dan terkait masalah etika, para pembaca tidak diperkenankan meminta imbalan.[2]

3.    Dasar Pelaksanaan
Mengenai hal ini, memang tidak ada perintah khusus yang berbicara mengenai hal pembacaan al-Qur’an pada makam. Akan tetapi sebenarnya permasalahan pokok yang seringkali menjadi perdebatan dalam hal ini adalah sampai-tidaknya pahala yang dihadiahkan kepada mayit. Dan jika dicermati sebenarnya ada beberapa amal yang dinilai mamiliki manfaat terhadap mayit, seperti; do’a dan istigfa>r untuk mayit, sedekah, puasa, haji, shalat, dan membaca al-Qur’an. Lima hal pertama memang disepakati oleh mayoritas ulama kaerna memang ada nas}s} yang berbicara mengenai hal tersebut, dan untuk amal ke enam di sini mulai terjadi perbedaan pendapat namun mayoriatas tetap menganggapnya sampai kepada mayit dengan catatan setelah membaca kemudian menghadiahkan pahala bacaan al-Qur’an tersebut kepada mayit (misalnya dengan membaca Alla>humma aus}il s\awa>ba ma> qara’tuhu ila> fula>n). Sehingga diharapkan dengan pembacaan tersebut, derita yang ditanggung mayit akan berkurang.

قراءة القرآن عند القبر :
اختلف الفقهاء في حكم قراءة القرآن عند القبر، فذهب إلى استحبابها الشافعي ومحمد بن الحسن لتحصيل للميت بركة المجاورة، ووافقهما القاضي عياض والقرافي من المالكية، ويرى أحمد: أنه لا بأس بها. وكرهها مالك وأبو حنيفة لانها لم ترد بها السنة.[3]
قراءة القرآن: وهذا رأي الجمهور من أهل السنة. قال النووي: المشهور من مذهب الشافعي: أنه لا يصل. وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل. فالاختيار أن يقول القارئ بعد فراغه: اللهم أوصل مثل ثواب ما قرأته إلى فلان. وفي المغني لابن قدامة: قال أحمد بن حنبل، الميت يصل إليه كل شئ من الخير، للنصوص الواردة فيه، ولان المسلمين يجتمعون في كل مصر ويقرءون ويهدون لموتاهم من غير نكير، فكان إجماعا.
والقائلون بوصول ثواب القراءة إلى الميت، يشترطون أن لا يأخذ القارئ على قراءته أجرا. فإن أخذ القارئ أجرا على قراءته حرم على المعطي والاخذ ولا ثواب له على قراءته، لما رواه أحمد والطبراني والبيهقي عن عبد الرحمن[4]
C.       Analisis
Dari deskripsi singkat di atas, pada dasarnya apa yang dilakukan oleh masyarakat dibangun atas kesadaran untuk memberikan bantuan kepada mayit dan keluarga yang ditinggalkan. Atas kesadaran tersebut, keluarga yang ditinggalkan justru akan merasa sedih jika sampai tidak ada yang membantu mereka. Namun dalam perjalanannya, tradisi ini sedikit demi mulai mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu.

Dalam pelaksanaannya harus diakui, masyarakat nampaknya tidak menyadari betul dasar-dasar yang digunakan dalam pelaksanaan tradisi ini. Masyarakat hanya memiliki keyakinan bahwa segala hal yang baik jika diperuntukkan kepada orang yang sudah meninggal maka hal tersebut akan membantu meringankan siksa yang ditanggung mayit dalam kubur. Adapun seputar pelaksanaan tradisi membaca al-Qur’an di pemakaman masyarakat hanya termotifasi dengan anggapan bahwa hal tersebut lebih mantap, marem.

Pandangan tersebut dalam kenyataannya masih dipegang oleh sebagian masyarakat, namun sebagian lain tampaknya mulai meninggalkan tradisi tersebut dengan cukup menggelar acara tahlil pada malam hari, beberapa di antaranya tetap menggelar acara pembacaan al-Qur’an tetapi tidak dilaksanakan di pemakaman melainkan di rumah saja dengan tata cara yang sama.

Pada gilirannya, penyelenggaraan tradisi membaca al-Qur’an di pemakaman ini ternyata turut berpengaruh terhadap status sosial keluarga mayit. Mereka yang melaksanakan seringkali dianggap sebagai orang yang memiliki status sosial lebih dan tentunya dan yang lebih pula. Akan tetapi pandangan semacam ini ternyata menjadi boomerang karena dengan munculnya stigma semacam ini orang-orang kemudian menjadi sungkan untuk menggelar tradisi ini, ada kekhawatiran pelaksanaan tradisi tersebut malah tersusupi dengan sikap riya> sehingga hal tersebut malah tidak berfaidah apa-apa bagi mayit sehingga dari hal ini mulai terjadi peralihan tata cara pelaksanaan dari tradisi yang semula dilaksanakan di makam menjadi di rumah namun tetap dengan kegiatan yang sama. Selain itu ada faktor lain yang muncul adalah adanya “mad}ara>t” yang dikhawatirkan terjadi jika pelaksanaan dilakukan di pemakaman.

Adapun konflik antar masyarakat seputar tradisi ini dapat dikatakan tidak ada. Masyarakat lebih cenderung bersikap netral, sehingga jika memang mereka merasa perlu untuk melaksanakan maka mereka akan melaksanakan, akan tetapi jika tidak maka mereka akan mencukupkan dengan tradisi tahlil yang dilaksanakan setiap malam selama empat puluh hari. Konflik justru terjadi di kalangan ulama yang memang tahu perbedaan pendapat seputar penbacaan al-Qur’an yang dihadiahkan kepada mayit.

D.    Kesimpulan dan Penutup
Tradisi pembacaan al-Qur’an pada masyarakat Kp. Kalahang di Kab. Pandeglang sebenarnya sudah berlangsung lama. Meski tidak diketahui secara pasti mengenai asal-usulnya namun tradisi ini dianggap sebagai hasil peranakan antara tradisi hindu dengan tradisi Islam yang datang kemudian.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa motif yang mendorong masyarakat untuk melakukan hal tersebut di antaranya adalah perasaan puas dan tentunya untuk meringankan siksa mayit dalam kubur. Tata cara pelaksanaan yang seyogyanya dilangsungkan di pemakaman pun mulai berubah meski secara substansi sama saja, mereka cenderung melaksanakannya di rumah atau cukup dengan acara tahlilan yang biasanya dilakukan selama empat puluh hari.

Kiranya demikian laporan yang dapat disampaikan, tentu tak lepas dari kerbagai kekurangan dan kealpaan, karenanya kritik dan saran konstruktif pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan ke depan. Terima kasih.



[1] Wawancara dengan K.H. Muhammad pada tanggal 27 Nopember 2009.
[2] Wawancara dengan Hj. Muthi’ah pada tanggal 27 Nopember 2009
[3] Wawancara dengan K.H. Muhammad pada tanggal 27 Nopember 2009; Lihat juga, Sayyid Sa>biq, Fiqh Sunnah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1973), hlm. 472.
[4] Lihat juga, Sayyid Sa>biq, Fiqh Sunnah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1973), hlm. 479-481.

Friday, July 19, 2013

HUKUM JUAL BELI INTERNET MENURUT ISLAM





       I.            Pendahuluan
      Kemajuan teknologi informasi, telah melahirkan banyak perubahan mendasar dalam kehidupan manusia saat ini. Ketersediaan informasi yang dapat diakses secara “instan” melalui telepon rumah, telepon genggam, televisi, komputer yang terhubung dengan internet dan berbagai media elektronik, telah menggeser cara manusia bekerja, belajar, mengelola perusahaan, menjalankan pemerintahan, berbelanja ataupun melakukan kegiatan perdagangan. Kenyataan demikian seringkali disebut sebagai era globalisasi ataupun revolusi informasi, untuk menggambarkan betapa mudahnya berbagai jenis informasi dapat diakses, dicari, dikumpulkan serta dapat dikirimkan tanpa lagi mengenal batas-batas geografis suatu negara.
      Perkembangan teknologi informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan hurf e seperti e-commerce, e-government, e-education, e-library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika.
      Adanya situs-situs web di internet ini memudahkan seseorang untuk dapat berkomunikasi, mendapatkan informasi ataupun berbagai keperluan lain. Misal, hanya mengakses situs web yang menyediakan berbagai macam buku, maka seseorang dengan mudah mendapatkan informasi tentang buku yang di kehendaki, dalam suatu situs web ditawarkan berbagai macam barang dengan menyediakan menu-menu gambar barang yang diinginkan, tata cara pemilihan, pembayaran, dan pengiriman barang dengan kemudahan layaknya toko-toko biasa.
      Masyarakat Islam juga tentunya menghadapi kemajuan teknologi informasi seperti ini. Terutama dalam kemudahan internet untuk memenuhi kebutuhan jual-beli. Hukum Islam menjelaskan secara terperinci tentang jual-beli yang merupakan kebutuhan dhoruri dalam kehidupan manusia, artinya manusia tidak dapat hidup tanpa kegiatan jual-beli, maka Islam menetapkan kebolehannya, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an dan Hadis nabi.
      Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah tulisan tentang TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL-BELI MELALUI INTERNET. Sehingga dapat mengkaji pokok permasalahan yaitu “Apakah jual-beli melalui internet ini boleh atau tidak menurut ketentuan-ketentuan umum jual-beli (ba’i) dalam Hukum Islam?”

    II.            Ketentuan Jual Beli
      Pengertian secara bahasa al-ba’i adalah mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu. Dalam Buku Fiqh Muamalah karangan H. Hendi Suhendi juga dijelaskan jual-beli menurut istilah (terminologi) adalah suatu perjanjian atau persetujuan tukar menukar benda atau barang yang mempunyai harga secara sukarela di antara kedua belah pihak yaitu pihak penjual dan pembeli, sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
      Adapun dasar hukum jual-beli dalam hukum Islam disebutkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits sebagai berikut : Allah SWT berfirman dalam Surat al-Baqarah ayat 275:
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya".
      Suran al-Baqarah 282:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridlai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu".
      Surat an-Nisa’ ayat 29:
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu".
      Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang menunjukkan dasar hukum jual-beli ialah :
Artinya: “Bersumber pada Hakim bin Hizam dari Nabi SAW, Beliau bersabda : Penjual dan pembeli berhak berkhiyar selagi mereka belum berpisah. Apabila mereka jujur dan mau menerangkan (barang yang diperjualbelikan), mereka mendapat berkah dalam jual beli mereka; kalau mereka bohong dan merahasiakan (apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan atau alat pembayarannya), berkahnya akan dihapus.”
      Hadist yang lainnya diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Majah:
Artinya: “Jual beli itu hanya dengan suka dengan suka.”
      Khiyar dalam jual-beli menurut hukum Islam ialah diperbolehkannya memilih apakah jual-beli itu diteruskan ataukah dibatalkan, karena terjadinya sesuatu hal. Adapun macam-macamnya ialah:
1.    Khiyar majelis, yaitu apabila akad dalam jual-beli telah terlaksana dari pihak penjual dan pembeli maka kedua belah pihak boleh meneruskan atau membatalkan selama keduanya masih berada dalam tempat akad (majlis).
2.      Khiyar syarat, yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual maupun pembeli.
3.   Khiyar cacat(‘aib), yaitu khiyar yang terjadi apabila barang yang dibeli terdapat kecacatan sehingga pembeli dapat mengembalikan barang yang sudah dibelinya.
      Adapun rukun jual-beli, Menurut Jumhur Fuqoha’ ada empat rukun dalam jual-beli yang juga memiliki syarat tertentu[1], diantaranya ialah : pihak penjual, pihak pembeli, sighat, dan obyek jual-beli. Dalam hal ini pihak penjual dan pembeli termasuk dalam pihak yang berakad ('aqid), sedangkan sighat merupakan unsur dari akad. Sedangkan pengertian akad dalam jual-beli ialah ikatan antara penjual dan pembeli, jual- beli belum dikatakan sah sebelum ijab qabul dilakukan karena ijab qabul akan menunjukkan kerelaan (keridlaan). Adapun pengertan sighat adalah cara bagaimana ijab dan qabul itu dinyatakan. Sehingga penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa sighat ini dapat dilakukan secara lesan, tulisan, isyarat, dan perbuatan. Karena terkadang antara penjual dan pembeli sulit bertemu, atau salah penjual atau pembeli adalah tuna rungu, dan mungkin saja salah satu dari kedua belah pihak sudah terbiasa untuk melakukan shighot dengan perbuatan, seperti jual-beli dalam super market. Hal yang terpenting dalam sahnya akad ialah isi yang dimaksud atau penyampaian kehendak dalam akad (ijab qabul) tersebut tidak berubah yaitu adanya pengertian, kejelasan dan kesepakatan dalam akad tersebut.

 III.     Jual Beli melalui Internet
      Tak bisa dipungkiri bahwa distribusi merupakan mata rantai yang lemah dalam dunia bisnis di Indonesia. Produsen saja tidaklah cukup untuk dapat mendistribusikan produk secara merata ke seluruh pelosok tanah air. Oleh karena itulah dibuat suatu sistem distribusi yang mampu untuk memperluas distribusinya sehingga barang yang diproduksi dapat dikonsumsi oleh seluruh konsumen.
      Dalam proses pembelian dengan cara seperti ini pembeli diharuskan melakukan prosedur-prosedur tertentu untuk melakukan transaksi jual-belinya. Diantara prosedur-prosedur tersebut ialah:
1.      Hal pertama yang dilakukan oleh calon pembeli ialah mengakses situs tertentu yang menawarkan penjualan dengan cara ini. Setelah masuk dalamsitus itu calon pembeli dapat melihat halaman pertama yang disebut homepage. Dalam homepage calon pembelidapat menemukan menu atau fasilitas yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi jual-beli.
2.      Register (mendaftarkan diri). Calon pembeli harus mengisi formulir yang tersedia. Setelah itu calon pembeli mendapatkan username dan pasword yang digunakan untuk melakukan login dan transaksi.
3.      Pencarian barang. Yaitu dengan memasukkan kata kunci dalam bagian pencarian.
4.      Keranjang belanja. Ini digunakan untuk melihat, menambah, menghapus, merubah item yang akan dibeli. Adapun biaya total dalam keranjang belanja belum termasuk biaya pengiriman, biaya pengiriman tergantung pada berat, jauh dekatnya alamat pengiriman. Biaya pengiriman dapat diketahui dengan menu informasi biaya pengiriman.
5.      Informasi tujuan pengiriman.
6.      Informasi biaya pengiriman dan biaya pengiriman. Dengan fasilitas ini pembeli dapat memperkirakan biaya pengiriman dan jangka waktu pengiriman yaitu kota, propinsi, negara, dan berati item atau buku yang akan dibeli. Adapunketentuan perhitungan biayanya adalah melihat lokasi tujuan pengiriman.
7.      Informasi metode pembeyaran. Darisini calon pembeli setelah mengetahui biaya yang ditentukan diiberikan pilihan cara pembayaran, bisa dengan kartu kredit, transfer, dan lain-lain.
8.      Mendapatkan bukti pemesanan.
9.      Status pemesanan. Dalam status pemesanan pembeli dapat mengetahui apakah pesanan sudah diproses ataukah belum.
10.  Log out (keluar). Setelah proses pemesanan dilakukan pembeli dapat keluar, agar username tidak digunkan oleh pengguna lain.
      Untuk menjamin keamanan setiap pembelian dengan terlindungi dan aman. Dibuatlah teknologi yang digunakan untuk menjamin keamanan berbelanja adalah teknologi enskripsi (SSL) (Secure Socket Layer) terbaru dari http://www.geotrust.com serta dilindungi kerahasiannya terhadap publik. Semua informasi pemesanan, termasuk nama, alamat, dan nomor kartu kredit, telah dienkripsi oleh server pengamanan GramediaOnline.com dengan pengamanan maksimum, sehingga informasi mengenai kartu kredit dan informasi pemesanan tidak dapat diketahui orang lain terutama pembajak (hacker).

 IV.            Hukum jual beli dalam internet
A.    Analisis mekanisme jual-beli lewat internet.
1.      Register (mendaftarkan diri).
      Pembeli terlebih dahulu mengisi formulir sesuai dengan kenyataan. Dan jika setuju maka calon pembeli dapat melanjutkan transaksi dan jika tidak maka batal. Apabila calon pembeli memasukkan informasi yang tidak sesuai dalam registrasi anggota kemudian menekan tombol setuju, maka hal ini akan bertentangan dengan pernyataan di atas, sehingga tindakan ini akan merugikan salah satu pihak terutama gramediaonline.com. Tindakan seperti ini bertentangan dengan hukum negara yang tentunya akan terkena akibat hukumnya, dalam hukum Islam juga terutama dalam hukum jual-beli.

2.      Pencarian barang.
Dalam fasilitas ini, pembeli mendapat kemudahan untuk menemukan atau memilih buku yang diinginkan. Hal ini dapat dihubungkan dengan prinsip hukum Islam yang menyebutkan bahwa barang yang diperjualbelikan harus jelas sehingga pihak pembeli dapat mengetahuinya. Apabila pembeli tidak mengetahui dengan jelas seperti halnya jual beli kerikil (bai’ul hashat) yang telah jelas larangannya.

3.      Keranjang belanja.
        Menurut bahasa saja bisa dimengerti bahwa keranjang belanja adalah tempat (wadah) untuk menaruh barang-barang yang dibeli, dalam wadah ini, pembeli dapat menambah atau mengurangi barang yang dibeli persis seperti orang yang belanja di swalayan. Namun perbedaannya keranjang belanja di suatu situs adalah keranjangnya tidak berwujud dan pembeli dapat mengetahui secara langsung jumlah yang harus dibayarkan.
      Uraian ini dapat dikaji bahwasannya dalam jual-beli, pembeli mendapat hak untuk memilih, meneruskan, atau membatalkan barang yang akan dibeli atau dalam hukum Islam disebut dengan hak khiyar.

4.      Informasi tujuan pengiriman.
      Dalam Jual beli melalui internet, barang yang diperjualbelikan tidak dapat diberikan secara langsung tetapi dengan bantuan jasa pengiriman yang tentunya tujuan pengirimannya harus jelas. Hal ini tidak mempengaruhi sah tidaknya jual-beli namun dapat merugikan pihak pembeli, penyebabnya adalah akibat kesalahan dari pembeli sendiri karena memberikan alamat yang salah atau tidak lengkap.
      Unsur kejelasan harus ada dalam jual-beli menurut hukum Islam yang disebutkan dalam hadits :
Artinya: “Bersumber dari Abu Hurairah, beliau berkata : Rasulullah SAW melarang jual-beli kerikil (bai’ul hashat) dan jual-beli yang sifatnya tidak jelas bai’ul gharar)”.

5.      Informasi biaya pengiriman dan biaya pengiriman.
      Sebenarnya didalam jual-beli lewat internet ada dua transaksi: transaksi  jual-beli dan transaksi pengiriman. Oleh karena itu, pembeli juga diharuskan untuk membayar transaksi pengiriman. Dan biayanyapun telah diketahui oleh pembeli sebelum pembeli kan membayarnya. Disini pembeli jika setuju maka proses pembelian akan berlanjut dan sebaliknya pula jika pembeli tidak setuju maka proses pembelian telah berakhir. penambahan biaya pengiriman ini diperbolehkan menurut hukum Islam, karena termasuk dalam unsur jual-beli adalah adanya kerelaan baik dari pembeli maupun penjual. Hal ini sesuai dengan syariat islam.
6.      Informasi metode pembeyaran.
      Darisini situs tersebut mewajibkan pembeli untuk membayar terlebih dahulu sebelum barang yang dipesan diserahkan. Hal ini dikarenakan kekhawatiran dari pihak penjual yang akan mengalami penipuan. Adapun alasannya ialah kepastian bahwa pembeli memang berminat dan berkeinginan untuk membeli barang itu. Apabila pembayaran dibelakang maka cenderung pihak penjual dirugikan. Intinya kerugian yang dialami akibat penipuan yang tentunya bertentangan dengan hukum negara dan hukum Islam.

7.      Mendapatkan bukti pemesanan.
      Bukti transaksi ini sama fungsinya seperti jual beli secara langsung yaitu sebagai bukti pembelian, apabila ada kesalahan atau kekeliruan maka kedua belah pihak bisa menggunakan bukti ini. Dalam bukti ini berisi kode pembelian, kode pembelian digunakan untuk kode pembayaran agar tidak keliru dengan pembelian pembeli (orang) lain. Intinya adalah adanya bukti dan kejelasan kepastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Adapun dasar hukumnya sesuai dengan yang disebutkan dalam al-Qur'an surat al-Baqarah 282,  dan hadits nabi berikut ini :
Artinya: “Bersumber dari Abu Hurairah, beliau berkata : Rasulullah SAW melarang jual-beli kerikil (bai’ul hashat) dan jual-beli yang sifatnya tidak jelas bai’ul gharar)”.

8.      Status pemesanan.
Adapun unsur yang terkandung adalah khiyar terhadap barang yang akan dibeli.
 
9.      Pembatalan pemesanan atau pembelian.
      Pembatalan pesanan dapat dilakukan pembeli dengan cara melalui fasilitas status pemesanan jika sudah tidak ada dalam status pemesanan maka pembeli dapat menghubungi gramediaonline.com melalui email dan alamat yang disediakan, hal ini sama dengan yang di atas yaitu adanya unsur khiyar dalam jual-beli menurut hukum Islam. Dan hilanglah unsur penipuan yang dilarang islam.

10.  Log out (keluar).
      Logout ialah keluar dari transaksi jual-beli, dalam hukum Islam ialah keluar dari majlis (tempat) jual-beli, keluarnya pembeli dengan logout ataupun keluar dari website adalah sebagai bukti berakhirnya transaksi jual-beli.


B.     Analisis prinsip jual-beli menurut hukum Islam
1.      Berkaitan dengan kedua belah pihak.
      Berdasarkan pada data-data yang tersedia menunjukkan rata-rata pemakai internet adalah orang yang berpendidikan tinggi, hal ini tentunya menunjukkan bahwa orang yang berakad telah masuk dalam kategori mumayyiz, atau baligh dan mengerti apa yang dilakukannya. Pihak pertama ialah orang-orang yang mengelola gramedionline.com dengan bantuan program komputer tentunya yang selaku pihak penjual, dan pihak kedua adalah pembeli yaitu pengunjung/pemakai internet yang melakukan transaksi di situs penjualan.

2.      Berkaitan dengan sighat akad
      Pihak penjual menggunakan Sighat bil kitabah dengan cara menampilkan gambar barang dagangannya (buku), harga, ukuran, berat serta ringkasan/resensi buku dalam bentuk tulisan dan penjual mencetak hasil transaksi dalam bentuk surat bukti pembelian. Selanjutnya pihak pembeli mengunakan akad perbuatan (bil-isyarah) dengan cara menekan tombol-tombol yang tersedia untuk melakukan transaksi dengan gramediaonline.com. Sedangkan kewajiban untuk pembeli untuk mengisi (dengan tulisan) formulir register adalah salah satu suatu syarat agar dapat bertransaksi, bukan berkenaan dengan sighat akadnya.

3.      Berkaitan dengan barang yang diperjual-belikan
      Dalam hal ini tidak melarang barang-barang yang dijul-belikan melainkan pada barang yang najis, memberikan madharat, dan barang yang bukan barang miliknya sendiri.
4.      Adanya kejelasan
      Kejelasan adalah salah satu hal yang terpenting dalam jual-beli melalui internet, kejelasan ini harus ditunjukkan oleh kedua belah pihak. Pihak pertama selaku penjual menawarkan barang dagangannya (buku) lengkap dengan ciri-ciri buku tersebut dan juga memberikan informasi tentang pengirimannya, kemudian pihak pembeli harus memberikan informasi-informasi yang jelas tentang identitas, cara pembayarannya, dan tujuan pengirimannya. Apabila pihak pembeli mempunyai keluhan terhadap barang yang dibeli akibat kelalaian atau kesalahan pihak penjual, pihak penjual telah menyediakan pelayanan konsumen dengan menghubungi costumer service situs tersebut.   Sedangkan apabila terjadi ketidakjelasan pada pihak pembeli dengan memberikan informasi yang tidak benar maka pihak akan terkena akibat hukum, pihak gramediaonline.com telah mengantisipasi hal ini dengan menggunakan metode pembayaran dimuka yaitu pembayaran terlebih dahulu kemudian barang baru diterima oleh pembeli.    Kemudian apabila pembeli telah membayar dan penjual belum mengirimkan atau memberikan barangnya, pihak pembeli mempunyai bukti pembelian dan bukti transfer sebagai bukti transaksi yang bisa digunakan untuk membuktikan bahwa pembeli benar-benar membeli dan membayar barang tersebut.

5.      Adanya kerelaan antara kedua belah pihak.
      Pihak pembeli diharuskan untuk membayar barang yang dibeli dan juga biaya pengirimannya, hal ini dikarenakan barang yang dijual melalui internet tidak dapat diserahkan secara langsung kepada pembeli namun dengan bantuan jasa pengiriman. Maka di sini ada kerelaan dari pembeli untuk kesediannya membayar biaya pengirimannya juga.
      Tidak ada unsur pemaksaan, pembeli bebas untuk memilih barang yang akan dibeli serta juga pilihan antara melanjutkan transaksi atau membatalkannya, salah satunya dengan menggunakan fasilitas-fasilitas keranjang belanja, status order atau sejak pertama kali pembeli masuk di situs penjualan tersebut.

C.     Analisis jaminan keamanan jual-beli internet
      Situs penjualan lewat internet harus menjamin keamanan berbelanja yaitu dengan menggunakan teknologi enskripsi data (SSL) yang akan menjamin keamanan proses belanja, semua informasi pemesanan, termasuk nama, alamat, nomor kartu kredit telah dienkripsi oleh server dengan pengamanan maksimum sehingga data-data tersebut tidak dapat dilihat seperti ketika pembeli memasukkan informasi tersebut. Begitu juga pihak situs penjulan  tidak akan memberikan informasi tersebut (misal data tentang kartu kredit) kepada pihak lain kecuali untuk verifikasi data.
      Dengan adanya jaminan keamanan bertransaksi di GramediaOnline.com yang telah diuraikan di atas, dapat menunjukkan unsur kejelasan sehingga terhindar dari unsur gharar sesuai dengan hadits nabi :
“Bersumber dari` Abu Hurairah, beliau berkata : Rasulullah SAW melarang jual-beli kerikil (bai’ul hashat) dan jual-beli yang sifatnya tidak jelas bai’ul gharar)”.



    V.            Kesimpulan
      Setelah penulis membahas dan menganalisis jual-beli melalui internet dengan berpegangan pokok-pokok jual-beli menurut hukum Islam, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Bahwa jual-beli melalui internet diperbolehkan karena tidak bertentangan dengan hukum Islam mengenai rukun, syarat dan adanya unsur kejelasan dan jauh dari unsur tipu daya selain itu tidak ada unsur paksaan.
2.      Faktor keamanan merupakan faktor yang terpenting dalam jual-beli melalui internet yang bertujuan untuk menghindari gharar (ketidakjelasan). Apabila sistem keamanan lemah dapat dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab sehingga dapat merugikan kedua belah pihak.
3.      Inti dari akad adalah kerelaan dari kedua belah pihak, bagaimana akad itu dilakukan, dan sighat apapun yang digunakan, yang terpenting adalah kedua belah telah mngerti dan pahamapa yang diinginkan oleh kedua belah pihak sehingga tercapai kesepakatan.

      Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan keterbatasan penulis dalam menyusun skripsi ini, untuk itu penulis berharap atas saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan dalam penulisan ini.



Yogyakarta, 24 April 2010
Ditulis Oleh: Fikri Noor Al Mubarok

(Bagi para pengunjung yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan sertakan nama penulis pada tulisan anda).


[1] Syarat ini menentukan akan syah atau tidaknya suatu jual-beli. Dan syarat ini melekat kepada masing-masing empat rukun jual-beli.