Jangan Lupa di Like Ya Sobat

×
Showing posts with label Tafsir. Show all posts
Showing posts with label Tafsir. Show all posts

Friday, July 19, 2013

Pemikiran M. Quraish Shihab dan M. Dawam Raharjo Tentang al-Quran, Tafsir, dan takwil

Kelebihan dan Kekurangan Pemikiran M. Quraish Shihab dan M. Dawam Raharjo
Oleh: Fikri Noor Al Mubarok      

Pemikiran M. Quraish Shihab memiliki beberapa kekurangan. Pertama, Quraish Shihab berpendapat bahwa Al-Quran tidak menentukan secara tegas dan rinci tentang batas-batas aurat, sehingga hal itu dianggap sebagai masalah khilafiyah. Kedua, Quraish Shihab berpendapat bahwa jilbab merupakan adat istiadat dan produk budaya Arab. Dan menurutnya, dengan mengutip perkataan Muhammad Thahir bin Asyur, bahwa adat kebiasaan suatu kaum tidak boleh –dalam kedudukannya sebagai adat– untuk dipaksakan terhadap kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu. Sangat gamblang sekali, bahwa penafsiran Quraish Shihab tentang ayat hijab sangat dipengaruhi corak pemikiran liberal, yang diusung oleh Ibnu Asyur dan Asymawi. Sehingga, Quraish Shihab terjebak ke dalam belenggu relativisme tafsir yang merupakan buah dari ilmu hermeneutika yang disuntikkan ke dalam ilmu tafsir. Dan menurut hermeneutika ini, tidak ada tafsir yang qath’i, tidak ada yang pasti kebenarannya, semuanya relatif, semuanya zhanni. Dengan model tafsir hermeneutik ala kontekstual historis ini, hukum Islam bisa diubah sesuai dengan kemauan siapa saja yang mau mengubahnya, karena tidak ada standar dan metodologi yang baku. Cara seperti ini tidak bisa diterapkan dalam penafsiran Al-Quran, sebab Al-Quran adalah wahyu yang lafaz dan maknanya dari Allah, bukan ditulis oleh manusia. Karena itu, ketika ayat-ayat Al-Quran berbicara tentang perkawinan, khamr, aurat wanita dan sebagainya, Al-Quran tidak berbicara untuk orang Arab saja. Maka, dalam penafsiran Al-Quran memang tidak mungkin lepas dari makna teks, karena Al-Quran memiliki teks yang final dan tetap.

Pemikiran M. Quraish Shihab juga memiliki beberapa kelebihan. Pertama, Beliau masih menggunakan metode klasik, artinya beliau lebih sering menggunakan penafsiran tradisional secara bahasa (tafsir bi al-ma’tsur) dan tidak menggunakan penafsiran dengan rasional (tafsir bi ar-ra’yi) selagi penafsiran secara tradisional masih memberikan solusi. Hal ini menjadi bukti bahwa beliau masih menekankan metode klasik dalam menafsirkan al-Quran. Kedua, Beliau masih mengambil penadapat ulama dari kitab2 tafsir terdahulu. Namun pendapat tersebut tidak serta meta beliau nukil, tapi beliau mengambil pendapat yang sesuai dengan logikanya. Ketiga, meskipun tafsir al-Mishbah dikategorikan sebagai tadsir yang tahlili namun beberapa masaslah tafsir ini tidak murni menerapkan metode tahlili, seperti menggunkian ayat-ayat lain yang setema untuk menjelaskan makna yang dimaksud dari ayat yang ditafsirkan. Beliau juga menggunakan tafsir maudlu’i dalam menafsirkan suatu ayat . nampaknya beliau ingin menghilangkan konsekuensi yang diakibatkan oelh metode tahlili seperti parsial dan atomistik yang mengaikbatkan lahirnya tafsir yang literal sebagaimana tafsir-tafsir di era afirmatif. Keempat, Beliau dalam menafsirkan mengakaitkan dengan realitas sosial-ekonomi-politik-buadaya yang ada di indonesia sehingga hasil tafsir beliau lebih membumi di indonesia.

Pemikiran M. Dawam Raharjo memiliki beberapa kelebihan. M. Dawam Raharjo, Dawam Raharjo menafsirkan menggunakan metode tafsir maudlu’i sehingga hasil karyanya lebih sistematis. Kedua, Beliau menafsirkan al-Quran dengan dikaitkan dengan ilmu-ilmu sosial sehingga hasil tafsir beliau lebih membumi terutama di Indonesia.

Pemikiran M. Dawam Raharjo juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, beliau  sendiri belum memenuhi kriteria seorang mufassir sehingga hasil pemikiran beliau ttg al-Quran, tafsir dan takwil belum memenuhi klriteria. Kedua, Beliau berargumen bahwa setiap orang dapat menafsirkan al-Quran tanpa harus mendalami bahasa Arab sekalipun. Ketiga, beliau berargumen sama dengan Arkoun yang mengatakan bahwa kalam Tuhan yang asli adalah yang tersimpan dalam lauhul mahfudz dan mengatakan bahwa al-Quran yang di pegang oleh kaum muslimin sekarang ini sejak awal telah mengalami kesalahan.

Yogyakarta, 7 januari 2013

(Bagi para pengunjung yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan sertakan nama penulis pada tulisan anda).

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PEMIKIRAN FATMINA MERNISSI DAN AMINA WADUD MUHSIN TENTANG AL-QURAN, TAFSIR DAN TAKWIL

            
Pemikiran Amina Wadud Muhsin dan Fatima Mernissi tentang al-Quran, Tafsir, dan Takwil
Oleh: Fikri Noor Al Mubarok

              Pemikiran Amina Wadun Muhsin dan Fetima Mernissi memiliki beberapa persamaan. Pertama, keduanya sama-sama menafsirkan dan menakwilkan al-Quran dengan sudut pandang gender. Keduanya menafsirkan dan menakwilkan al-Quran untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang menurut mereka selama ini tertindas. Kedua, mereka sama-sama hanya menafsirkan dan menakwilkan ayat-ayat al-Quran yang berhubungan dengan gender saja. Mereka tidak membahas secara keseluruhan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Quran. Ketiga, mereka sama-sama menyatakan bahwa al-Quran harus terus-menerus di tafsir ulang  untuk memelihara reelvansi kandungan al-Quran dengan kehidupan manusia. Menurut mereka tafsir yang ada selama ini adalah tafsir yang patriarki sehingga mereka tidak menggunakan tafsir-tafsir yang telah ada sebelumnya. Keempat, mereka sama-sama menggunakan metode tafsir hermeneutik dalam menafsirkan al-Quran.
     
     Pemikiran Amina Wadun Muhsin dan Fetima Mernissi juga memiliki beberapa perbedaan. Pertama, Fatima Mernissi cenderung lebih mendalami hadis-hadis mesogenis daripada ayat-ayat misogenis, sedangkan Amina Wadud Muhsin cenderung mendalami ayat-ayat misogenis daripada hadis-hadis misogenis. Kedua, Amina Wadud menafsirkan al-Quran tanpa merujuk pada kitab-kitab tafsir yang ada sebelumnya sedangkan Fatima mernissi cenderung masih mengutip beberapa pendapat ulama.

Komentar:


     Kedua tokoh diatas sebenarnya memilki tujuan baik dan mulia yaitu untuk meningkatkan derajat perempuan yang selama ini-menurut pengalaman hidup mereka-tertindas. Kedua tokoh diatas memiliki background hidup yang lingkungannya membatasi perempuan secara berlebihan. Seperti Fatima Mernissi yang menentang adanya hijab bagi perempuan dimana perempuan harus ditempatkan di sebuah penjara yang bernama harem dan Amina wadud yang sering mendapatkan keluhan perihal gender di organisasi yang ikuti di Amerika dimana perempuan disana kurang mendapatkan perlakuan yang adil bahkan cenderung dilecehkan. Namun, tujuan yang baik dan mulia tersebut menjadi tidak baik atau buruk dan bahkan cenderung sesat karena metodologi yang mereka pakai membuat buah pemikiran mereka terlalu berlebihan dalam meningkatkaan derajat perempuan. seperti Amina wadud yang membuahkan hasil pemikiran dengan menyatakan bahwa Imam itu bisa dari pihak laki-laki dan perempuan dan makmum laki-laki dan perempuan bisa berjajar dalam satu shaf dan saling bercampur,tidak harus laki-laki di shaf depan dan perempuan di shaf belakang. Hasil pemikiran yang seperti ini sangatlah bertentangan dengan islam dan cenderung sesat. Mungkin kita bisa mengambil sebuah pelajaran berharga dari kedua tokoh diatas bahwa ternyata tujuan yang baik dan mulia akan menjadi bomerang ketika tujuan tersebut dilakukan dengan cara yang salah. 

Yogyakarta, 7 januari 2013

(Bagi para pengunjung yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan sertakan nama penulis pada tulisan anda).

ABORSI MENURUT TAFSIR AL-AZHAR HAMKA

Aborsi Menurut Tafsir al-Azhar Hamka
Oleh: Fikri Noor Al Mubarok

Ketika membahas tentang aborsi dalam al-Quran maka ayat yang akan dibahas adalah surat al-‘An’am ayat 151 dan surat al-’Isra’ ayat 31. Dalam tafsir al-Azhar, Hamka telah menafsirkan kedua ayat tersebut.[1]
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
Dalam ayat tersebut Hamka menerjemahkannya sebagai berikut: “Janganlah kamu bunuh anak-anak kamu karena kepapaan.[2] Kamilah yang memberi rizki kamu dan kepada mereka.[3]

Setelah Hamka menyebutkan ayat tersebut, beliau mengatakan bahwa ayat ini adalah nasihat dan peringatan kepada orang tua agar jangan sampai membunuh anak-anak mereka karena miskin. Selanjutnya Hamka mengatakan bahwa membunuh anak karena takut miskin hanyalah bisa terjadi pada orang jahiliyah yang kepercayaanya kepada pertolongan Allah sangat tipis. Padahal allah yang memberikan rizki kepada semua yang ada di bumi. Kemudian Hamka menyebutkan surat Hud ayat 6[4]:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Selanjutnya, dalam surat al-Isra’ ayat 31, Hamka menyebutkan.
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Artinya: “Dan janganlah kamu bunuh anak-anak kamu karena takut kapapaan. Kamilah yang memberi kepada mereka rizki dan kepada kamupun. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah satu kelasahan besar.”

Ketika menafsirkan ayat tersebut, Hamka menyebutkan bahwa ayat ini memiliki asbabun nuzul, bahwa kebiasaan buruk orang-orang jahiliyah adalah membunuh anak perempuannya. Hal ini karena anak perempuan tidak mendatangkan keuntungan dan tidak pula dapat menolong ayah-bundanya dalam mencari penghidupan. Anak perempuan kalau sudah besar, bersuami dan keluar rumah akan mengikuti suami. Tidak seperti anak laki-laki yang bisa membantu ayah dan kalau sudah kawin dapat membawa istrinya menambah tenaga dapur. Dan anak laki-laki adalah keturunan langsung dari neneknya. Sedangkan anak perempuan hanyalah memperkaya keturunan orang lain.[5]

Menurut Hamka, kejadian diatas masih ada dan terjadi di zaman sekarang ini. Di beberapa tempat ada yang masih merasa bahwa anak perempuan merupakan bala (malapetaka atau kemalangan) bagi keluarga dan mereka lebih senang dan bangga jika memiliki anak laki-laki.[6] Hamka menyebutkan bahwa di zaman jahiliyyah benar-benar ada orang yang membunuh anak karena takut miskin. Sampai sekarang masih terdapat bangsa yang miskin menjual anaknya karena takut tidak mampu memberi makan anaknya.[7]

Ketika menafsirkan ayat ini, Hamka menghubungkannya dengan kasus keluarga berencana (KB). Perlu diketahui bahwa semasa Hamka hidup isu-isu tentang keluarga berencana sangat gencar dilakukan. Didalam tafsirnya ia menyebutkan bahwa kasus ini sering dibicarakan, baik melalui diskusi, seminar, simposium, pidato di muka umum, radio, TV, dan lain-lain. Tapi beliau sangat menyayangkan hal ini karena semuanya hanya membahas alasan-alasan mengapa keluarga berencana (KB) itu perlu dilakukan, obat-obat yang diminum dan alat-alat yang digunakan ketika melakukan keluarga berencana (KB), bahkan ada pula cara memandulkan laki-laki dan perempuan.[8]

Hamka tidak banyak membahas tentang aborsi. Hal-hal yang dibicarakan beliau tentang aborsi antara lain:
1.  Kritikan beliau terhadap para dokter yang senantiasa mengajak dan menganjurkan masyarakat untuk melakukan KB. Menurut Hamka, hal ini dapat juga dikatakan sebagai aborsi (pengguguran). Dan ketika ini terjadi, beliau mengkritik secara pedas dengan mengatakan bahwa hal ini telah bertentangan dengan sumpah dokter sendiri. Dan hal ini akan membawa kegoncangan jiwa bagi dokter itu sendiri.[9]
2.   Ketika membicarakan hukum Islam tentang aborsi Hamka tidak menjelaskannya secara detail. Beliau hanya mengatakan bahwa walaupun pengguguran itu dilakukan ketika masih “permulaan” maka tetap dianggap sebagai pembunuhan dan melakukannya adalah suatu dosa besar.[10] Di surat al-Isra’ ayat 31 Hamka menambahkan bahwa ulama mujtahid telah sependapat bahwa menggugurkan anak yang ada dalam kandungan, yang telah bernyawa sama juga dengan membunuh.[11]
3.    Mengenai awal mulai ada kehidupan pada si bayi, Hamka mengutip sebuah hadis, bahwa nyawa mulai ditiup setelah kandungan 3x40 hari= 120 hari atau dalam kandungan 4 bulan. Tetapi menurut penyelidikan menunjukkan bahwa di waktu berpadunya mani si laki-laki dengan mani si perempuan pada yang dikandung itu sudah mulai ada hidup. Sebab itu sudah wajib kita memeliharanya sampai lahir.[12]
4.  Hamka juga mengutip perkataan dari pengarang al-Ahkam: “Wajiblah atas seorang perempuan yang telah terputus haidnya supaya berjaga-jaga jangan sampai ia minum obat yang ditakutkan akan dapat menyebabkan gugurnya kandungan.[13]

Dalam tafsirnya Hamka menyebutkan bahwa ada 3 alasan yang dikemukakan para ahli keluarga berencana dalam memberikan nasihat-nasihat supaya masyarakat menyadari akan pentingnya pembatasan kelahiran. Ketiga alasan tersebut adalah masalah ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Dalam masalah ekonomi, Hamka menyebutkan bahwa banyak diantara pemimpin-pemimpin yang merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat berusaha untuk mendorong dan menganjurkan agar masyarakat membatasi kelahiran mereka karena kehidupan sehari-hari makin jauh dari syarat minimal kehidupan sehingga terbayang dimasyarakat akan kelaparan dan kekurangan makanan yang akan dideritanya jika memiliki banyak keturunan. Dalam masalah kesehatan, Hamka menyebutkan bahwa para dokter banyak yang menganjurkan pasiennya agar melakukan KB terutama terhadapa wanita yang lemah atau pada mereka yang anaknya terlalu rapat/banyak. Hal ini juga dapat mengganggu perhatian yang diberikan orang tua kepada si anak. Dalam masalah pendidikan, Hamka mengatakan bahwa para masyarakat telah timbul suatu pemahaman bahwa agar anaknya terdidik dengan baik, maka cukuplah satu atau dua anak saja. Hal ini dikarenakan para masyrakat menganggap bahwa mendidik anak adalah suatu hal yang susah.[14]

Selain itu, Hamka juga menyebutkan bahwa perempuan-perempuan yang menuruti kehidupan modern merasa bahwa anak-anak itu sangat menghalangi langkahnya untuk bergerak, seperti bercengkrama, menandangi teman, bergaul bebas, keluar pelesir, dll.[15]

Hamka menyebutkan bahwa keluarga berencana ini telah menimbulkan berbagai efek negatif yang cukup besar. Efek negatif itu ada dua macam: kesehatan mental dan kesehatan moral.[16]

Didalam tafsirnya, Hamka telah memberi nasehat betapa penting nilai hidup hidup menurut agama. Suatu nyawa wajib dipelihara. Janganlah bosan mengasuh anak karena cemas tentang makannya. Jaminan hidup untuk dia dan untuk mengasuhnya ada selalu dari Tuhan.[17] Hamka memberi saran agar umat muslim tidak mempersekutukan Allah, karena percaya kepada Allah menimbulkan cahaya dalam hati, dan inspirasi dalam mencari usaha kehidupan.[18]

Hamka juga memberikan tambahan dalam penafsirannya bahwa yang dimaksud dengan membunuh anak juga dapat dilakukan dengan cara lain. Yaitu dengan tidak memberikan pengajaran agama kepada anaknya. Beliau sangat mengkritik orang-orang yang menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah yang didirikan oleh agama lain, yang memang secara sengaja ingin menarik anak yang sekolah disana itu keluar dari agama Islam yang dipeluk orang tuanya. Beratus-ratus anak tiap tahunnya telah murtad! Padahal dengan perlainan agama putuslah pertalian dunia dan akhirat dan tidak bisa saling mewarisi lagi. Anak yang sudah beda agama sudah boleh dihitung mati! Hal ini sungguh suatu kemalngan besar![19]

Terakhir, Hamka mengutip berkataan Rasyi Ridhlo bahwa setelah datangnya Islam pada masa Nabi saw, orang-orang jahiliyah yang masuk Islam telah berhenti membunuh anak perempuan mereka. Alangkah besar nikmat Islam atas perikemanusiaan seluruhnya dengan terhapusnya adat yang sangat buruk dan keji ini.[20]

Yogyakarta, 14 Mei 2013

(Bagi para pengunjung yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan sertakan nama penulis pada tulisan anda)




[1] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII, cet I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm 141.
[2] Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata kepapan berarti kemiskinan dan kesengsaraan. Lihat KBBI ofline versi 1.3.
[3] Ibid.
[4] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII…, hlm 146-147.
[5] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XV, cet I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm 54.
[6] Ibid.
[7] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII…, hlm 147.
[8] Ibid., hlm 152.
[9] Ibid., hlm 169.
[10] Ibid., hlm 170.
[11] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XV…, hlm 55.
[12] Ibid.
[13] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII…, hlm 147.
[14] Ibid.,hlm 150-151.
[15] Ibid., hlm 149.
[16] Ibid., hlm 153.
[17] Ibid.
[18] Ibid., hlm 147.
[19] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII…, hlm 55.
[20] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XXX…, hlm 63. 

Thursday, July 18, 2013

Pemikiran Muhammad Abduh dan al-Maududi tentang al-Qur’an

Pemikiran Muhammad Abduh dan al-Maududi tentang al-Qur’an    
  oleh: Fikri Noor Al Mubarok

Dari beberapa tulisan yang penulis baca maka penulis berkesimpulan bahwa Pemikiran M. Abduh terhadap al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.      Al-Qur’an diturunkan untuk kebaikan manusia
b.     Al-Qur’an merupakan hidayah dan petunjuk bagi manusia disegala zaman
c.    Al-Qur’an bukanlah kitab ilmu pengetahuan, hukum-hukum dan sejarah, tapi al-Qur’an adalah sarana manusia untuk mengetahui Allah.
d.      Dalam memahami al-Qur’an harus dilandasi akal dan peran sosial
e.   Al-Qur’an tidak dipelajari oleh orang-orang tertentu saja. Akan tetapi untuk setiap manusia. Karena bagaimana mungkin seseorang mendapat sandaran hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat tanpa mengetahui, mempelajari, dan mendalami al-qur’an.
f.   Al-Qur’an tidak menyuruh taklid dan jumud. Tapi al-Qur’an ada untuk mendorong manusia mengembangkan pemikirannya dan menghindari dari kejumudan berfikir dan taklid buta
g. Al-Qur’an harus dipahami secara benar dengan disandarkan pada pemikiran ilahi dan menempatkannya sebagai sandaran hidup seluruh manusia yang berasal dari Allah.
Adapun Pemikiran al-Maududi tentang al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Al-Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada manusia agar dibaca, dipahami, diamalkan dan dijadikan tatanan hukum di muka bumi.
b. Al-Qur’an memberikan segala hal yang kita butuhkan, mulai dari hal-hal yang sepele sampai dengan hal-hal yang besar. jika kita tidak bisa mendapatkan banyak hal dari al-Qur’an itu merupakan kesalahan kita.
c.   Al-Qur’an berbeda dengan kitab-kitab suci sebelumnya.
d.  Ketaatan kepada al-Qur’an merupakan bukti Islamnya seseorang, sehingga tidak ada Islam tanpa ketaatan kepada al-Qur’an. 

Yogyakarta, 18 Oktober 2012

(Bagi para pengunjung yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan menyertakan nama penulis n thank for your visit)