APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN HAJI IFRAD,
QIRAN DAN TAMATTU’? APAKAH ADA PERBEDAANNYA?
SERTA TATACARA SHALAT JAMAK
Pertanyaan Dari:
Muqoddas AN., Jl. Veteran No. 76
Banjarnegara, Jawa Tengah 53414
Tanya:
1.
Mohon
dijelaskan apakah yang dimaksud dengan haji ifrad, qiran dan haji tamattu dan
apa pula perbedaan antara ketiganya.
2.
Tatkala
shalat, pada waktu ruku’, i’tidal, sujud, duduk antara dua sujud dan pada waktu
tahiyyat awal maupun tahiyyat akhir dapatkah ditambah dengan membaca do’a yang
diambil dari al-Qur’an, hadis ataupun do’a dalam bahasa daerah?
3.
Saya dari
Banjarnegara ke Jakarta, berangkat setelah Zuhur. Oleh karena itu shalat Zuhur
dan Asar saya lakukan secara jamak di rumah. Apakah shalat Zuhur dan Asar
tersebut harus saya lakukan secara jamak qasar dengan empat raka’at dan dua
rakaat ataukah dengan dua-dua rakaat? Dan berapa lama batasan bagi musafir
untuk bisa melakukan shalat secara jamak qasar?
Jawab:
Saudara
Muqaddas AN., ibadah haji memang dapat dilakukan secara tamattu’, ifrad dan qiran.
Yang dimaksud dengan haji tamattu’ ialah mengerjakan ibadah haji dengan
didahului oleh umrah. Adapun pelaksanaannya ialah sesampai di mikat makani ia
berniat ihram untuk umrah dengan mengucapakan: labbaika ’umratan لَبَّيْكَ
عُمْرَةً , kemudian
berangkat ke Makkah sambil membaca talbiyah. Sesampainya di Makkah lalu
melakukan tawaf serta sa’i untuk umrahnya, setelah itu bertahallul dengan
mencukur atau menggunting rambut. Setelah ini selesailah umrahnya dan ia bebas
dari status ihrarn, sudah bisa memakai pakaian biasa lagi. Barulah pada hari
Tarwiyah (tanggal 8 Zulhijjah) ia mulai berihram lagi untuk mengerjakan haji
dengan segala rangkaiannya sampai selesai. Haji tamattu’ ini dikerjakan oleh
orang yang tidak membawa binatang kurban (hadyu) dari tempat asalnya dan
ia dikenakan dam tamattu’.
Adapun
yang dimaksud dengan haji ifrad ialah mendahulukan ibadah haji atas umrah.
Sejak dari mikatnya ia sudah berniat untuk ibadah haji dengan segala
rangkaiannya sampai selesai. Oleh karena sejak dari mikat ia berniat secara
ikhlas dengan mengucapkan: labbaika hajjan لَبَّيْكَ
حَجًّا. Setelah selesai melakukan ibadah haji barulah ia mengerjakan ihram
untuk umrah. Haji ifrad dilakukan oleh orang yang membawa binatang kurban dari
kampung asalnya. Bagi yang melakukan haji ifrad tidak dikenakan dam. Nabi pada
waktu haji wada’ mengerjakan haji ifrad.
Sedangkan
yang dimaksud dengan haji qiran ialah ibadah haji dan ibadah umrah dikerjakan
secara sekaligus atau bersama-sama dengan satu niat. Oleh karena itu niatnya
ialah: labbaika hajjan wa ‘umratan لَبَّيْكَ حَجًّا
وَعُمْرَةً , atau labbaika ‘umratan wa hajjan لَبَّيْكَ
عُمْرَةً وَحَجًّا
. Setelah selesai mengerjakan
haji ia tidak perlu lagi mengerjakan umrah, karena haji dan umrah sudah dikerjakan
sekaligus. Bagi yang memilih haji qiran pun dikenakan dam karena menggabungkan
haji dan umrah dalam satu waktu.
Dari uraian
di atas dapat diketahui bahwa perbedaan antara ketiganya ialah dalam hal kapan
mengerjakan umrah, dikerjakan sebelum ihram haji, sesudah ihram haji ataukah
dilakukan secara bersamaan. Perbedaan yang lain bahwa orang yang memilih
mengerjakan haji tamattu’ dan qiran dikenai dam, sedang yang memilih melakukan
haji ifrad tidak dikenai dam. Mengenai tata cara melaksanakan ibadah haji ini
silahkan Saudara baca buku Tuntunan Manasik Haji oleh Tim Majlis Tarjih dan
Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah.
Pertanyaan
Saudara yang kedua, mengenai tambahan doa dalam ruku’, sujud maupun tahiyyat,
haruslah diketahui bahwa shalat itu adalah ibadah mahdah yang dalam
pelaksanaannya harus dilakukan sesuai dengan yang dituntunkan Rasulullah saw
baik mengenai gerakan-gerakannya maupun bacaan-bacaannya. Hal ini sebagaimana
diperintahkan Rasulullah saw dalam hadis riwayat al-Bukhari dari Malik ibn
Huwairisi, bahwa Nabi bersabda:
صَلُّوا
كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى [رواه
البخاري]
Artinya:
“Salatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat saya shalat.”
Oleh
karena itu tidak boleh kita menambah-nambah dari apa yang dituntunkan
Rasululullah saw, termasuk dalam hal berdo’a ketika ruku’, i’tidal, sujud,
duduk di antara dua sujud, maupun pada waktu tahiyyat. Memang ada kesan bahwa
pada waktu ruku’ dan sujud kita boleh memperbanyak doa, dan terkesan doa itu
tidak saja dari apa yang dituntunkan Rasulullah saw, tapi juga yang kita maui.
Hal ini karena menurut Rasulullah saw, pada waktu shalat hubungan hamba dengan
Allah yang paling dekat ialah ketika melakukan sujud. Oleh kanena itu kita
diperintahkan banyak berdo’a pada waktu sujud tersebut. Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ
الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ [رواه مسلم]
Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Hamba yang paling dekat kepada Tuhannva
adalah hamba yang sedang sujud, maka perbanyaklah do’a oleh kamu sekalian pada
waktu sujud.”
Namun
demikian memperbanyak do’a pada waktu sujud atau ruku’ tidak berarti menambah
dengan do’a yang tidak diterima dari Rasulullah saw. Memperbanyak do’a dalam
hadis di atas antara lain mengandung arti mengulang-ngulang suatu do’a dalam
sujud atau ruku’. Pengertian ini ditunjuki oleh hadis Nabi saw antara lain yang
diriwayatkan Muslim dari Aisyah bahwa Aisyah berkata:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ فِي
رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِي [رواه
مسلم]
Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah saw memperbanyak do‘a pada waktu ruku’ dan sujudnya
dengan membaca: “Subhanaka Allahumma rabbana wa bihamdika Allahummagfirli”.”
Dalam
hadis di atas yang dimaksud dengan memperbanyak do’a dengan bacaan subhanaka,
ialah mengulang-ngulang bacaan do’a tersebut.
Memperbanyak
do’a dalam ruku’ dan sujud bisa juga berarti membaca beberapa do’a pada setiap
kali ruku’ dan sujud. Memang terdapat beberapa riwayat dari Nabi saw yang
menyebutkan berbagai macam bacaan (doa) pada waktu ruku’ dan sujud. Hanya saja untuk
makna yang terakhir ini tidak/ belum ditemukan adanya riwayat yang menyebutkan
bahwa Nabi saw dalam satu kali ruku’/ sujud ada membaca berbagai macam doa. Atas
dasar ini Tim Fatwa dalam memahami memperbanyak do’a cenderung kepada makna
yang pertama bahwa memperbanyak doa itu dalam arti mengulang-ngulang bacaan
suatu do’a. Hanya saja yang perlu diketahui lebih lanjut bahwa memperpanjang/ memperlama
ruku’ atau sujud dengan mengulang-ngulang bacaan suatu do’a itu tidak berarti
hanya diperlakukan khusus dalam salah satu ruku’ atau sujud, umpamanya sujud
yang terakhir yang diperpanjang, melainkan memberlakukan sama dalam semua ruku’
atau sujud, karena tidak diperoleh keterangan bahwa Nabi saw hanya memperlama/ memperpanjang
salah satu ruku’nya atau sujudnya saja. Justru Nabi saw menyamakan lamanya itu
dalam semua ruku’ dan semua sujud, hal ini seperti yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim:
كَانَ
يَجْعَلُ رُكُوعَهُ وَقِيَامَهُ بَعْدَ الرُّكُوعِ وَسُجُودَهُ وَجِلْسَتَهُ
بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنْ السَّوَاءِ [رواه مسلم]
Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah saw menjadikan ruku’nya dan berdirinya setelah ruku’,
sujudnya dan duduknya di antara dua sujud hampir sama lamanya.”
Dalam
pada itu terdapat hadis riwayat Muslim dari Abu ‘Uwanah yang secara tegas
melarang membaca ayat al-Qur’an pada waktu ruku’ atan sujud. Muslim
meriwayatkan beberapa hadis yang berkaitan dengan ini. Satu di antaranya
diriwayatkan dari lbnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda:
أَلَا
وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا
الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ
فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ [رواه مسلم]
Artinya:
“... ketahuilah bahwa aku telah dilarang untuk membaca al-Qur’an
pada waktu ruku’ dan sujud. Adapun di dalam ruku’, maka agungkanlah Tuhan Yang
Maha Perkasa lagi Maha Agung dan di dalam sujud, maka bersungguh-sungguhlah di dalam
berdo’a karena patut bagi kamu untuk diijabah ...”
Dalam
hadis Muslim yang diterima dari Ibrahim ibn Abdillah ibn Hunain dari ayahnya
menyebutkan bahwasanya ia mendengar Ali ibn Abi Talib mengatakan:
نَهَانِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
وَأَنَا رَاكِعٌ أَوْ سَاجِدٌ [رواه
مسلم]
Artinya:
“Rasulullah saw telah melarang saya membaca al-Qur’an pada waktu saya ruku’
dan sujud.”
Mengenai
membaca doa dengan memakai bahasa daerah atau dengan bahasa Arab pada waktu
ruku’, i’tidal, sujud atau tahiyyat yang do’a tersebut tidak diterima dari Nabi
saw, atau diketahui bahwa Nabi saw tidak pernah membaca doa tersebut, sekalipun
tidak didapat riwayat yang melarangnya, akan tetapi karena seperti telah disebutkan
bahwa shalat itu merupakan ibadah mahdah, maka sebaiknya tidak berdo’a
pada waktu tersebut selain dengan bacaan do’a yang diterima dari Nabi saw.
Kalau saudara mau mendo’a dengan seluas-luasnya dengan bahasa apapun lebih baik
dilakukan setelah selesai shalat saja.
Adapun
pertanyaan Saudara yang berkaitan dengan shalat jamak dan qasar, dalam SM Edisi
No. 3/1998 sudah dimuat jawaban mengenai permasalahan yang berkaitan dengan
shalat jamak dan qasar tersebut, silahkan dibaca. Dari ketentuan itu apabila
diterapkan kepada pertanyaan Saudara yang ketiga, maka Saudara semestinya
melaksanakan shalat jamak taqdim, yaitu mengerjakan shalat Zuhur dengan Asar
secara sempurna empat rakaat-empat rakaat. Hal ini dikarenakan: Pertama,
ketika saudara akan berangkat sudah masuk waktu Zuhur. Oleh karenanya yang
dilaksanakan adalah jamak taqdim. Kedua, pada waktu itu saudara belum
dalam keadaan safar, tetapi baru mau safar dan masih di rumah. Oleh karenanya
yang dilakukan adalah shalat empat rakaat-empat rakaat secara sempurna, karena
shalat qasar itu baru bisa dilakukan dalam keadaan safar, sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah surat an-Nisa ayat 101:
Artinya:
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
menqashar sembahyang(mu), …”
Seandainya
pada waktu Saudara berangkat dari Banjarnegara belum masuk waktu Zuhur, maka
yang Saudara lakukan adalah shalat jamak ta’khir secara qasar (dua rakaat-dua
rakaat) karena ketika shalat tersebut dilakukan, Saudara sudah masuk dalam kritena
di perjalanan (fi safar).
0 comments
Post a Comment