ANAK MENEBUS DOSA ORANG TUA
Pertanyaan Dari:
(Hamba Allah, nama dan
alamat diketahui pengasuh rubrik Fatwa Agama)
Tanya:
Ada sepasang suami isteri dan telah dikaruniai dua orang anak
perempuan dan keduanya telah berumah tangga. Suatu saat sang suami berterus
terang mengaku kepada isterinya, bahwa ketika isterinya mengandung anak yang
bungsu, ia telah menyeleweng (berzina) sebanyak X kali. Sampai anak-anaknya dewasa
dan telah menikah semua si isteri tetap merahasiakan perbuatan suaminya itu
kepada siapa pun. Setelah suaminya meninggal dunia dan ia dalam kondisi sakit,
barulah ia membuka rahasia tersebut kepada dua putrinya yang menungguinya.
Kemudian setelah ibunya meninggal dunia, salah seorang putrinya berinisiatif
untuk mohon petunjuk kepada seorang ustadz mengenai masalah yang pernah menimpa
ayahnya. Hal ini karena anak perempuan itu merasa yakin bahwa ayahnya telah
berbuat dosa dan ibunya menjadi menderita karena perbuatan ayahnya itu. Oleh
ustadz dinasehatkan agar ia dan saudaranya (kedua anak perempuan dari si ayah tadi)
melakukan zina dengan lelaki lain sebanyak X kali seperti yang ayahnya lakukan.
Menurut ustadz perbuatan tersebut sekalipun secara fisik merupakan zina dan
perbuatan keji, tetapi pada hakekatnya adalah ibadah sesuai perintah Allah swt.
Lebih lanjut menurut ustadz tersebut, hal itu merupakan kewajiban anak kepada
orang tuanya yang telah meninggal dunia untuk meringankan dosa dan siksanya di
akhirat. Hanya saja penyelesaian tersebut (pelaksanaan zinanya) harus secara
rahasia termasuk kepada suami juga harus dirahasiakan, tidak ada seorang pun
yang boleh tahu kecuali pihak-pihak yang terlibat dalam perbuatan tersebut.
Saya tidak setuju dengan saran ustadz dan sejak awal menolak
penyelesaian tersebut. Bukankah dengan begitu si isteri (anak perempuan yang
disuruh berzina) berdosa kepada suaminya, dan bukankah dosa seseorang tidak
bisa ditebus atau ditanggung oleh orang lain? Oleh karena itu saya berdialog
lebih lanjut dengan ustadz tersebut, tetapi hasilnya saya tidak bisa membantah,
karena dasar beliau jelas. Menurut beliau syarat berzina tidak boleh diketahui
orang lain (termasuk suami) adalah syarat mutlak, dan dosa orang tua boleh
ditebus anaknya selama masih di dunia, apa yang dikatakan ustadz didukung oleh
dua orang ustadz yang lain. Saya akhirnya pasrah seandainya itu merupakan
kebenaran yang datangnya dari Allah swt. Saya sebagai seorang yang beriman akan
menerimanya. Namun demikian saya tetap berusaha mencari kebenaran atas
persoalan tersebut, karena mencari kebenaran menjadi pedoman hakiki bagi saya.
Demikian kasus yang menimpa saya. Oleh karena itu saya mohon jawaban
kepada pengasuh rubrik fatwa Suara Muhammadiyah dan mohon menjelaskannya, apakah
memang terdapat dasar hukum tentang penyelesaian seperti yang disarankan oleh ustadz
tersebut.
Jawab:
Saudara penanya, terima kasih atas pertanyaannya dan kami bisa
merasakan kegelisahan yang saudara rasakan dalam menanggapi saran dari ustadz
yang saudara mintai pertimbangannya, karena sekilas saran tersebut bertentangan
dengan logika yang sehat, mengapa untuk mencapai kebaikan harus melalui
perbuatan dosa. Bukankah perbuatan dosa itu hanya akan menghasilkan dosa/ siksa
juga.
Sudah jelas bahwa berbuat zina itu adalah dosa, bahkan menurut
al-Qur’an termasuk dosa besar, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Isra’ ayat
32:
Artinya: “Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk.”
Menurut Islam berbuat zina itu selain berdosa juga termasuk berbuat
pidana yang hukumannya telah ditetapkan dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 2:
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Untuk menjelaskan betapa jeleknya perbuatan zina, al-Qur’an hanya
membolehkan mereka para pelaku zina kawin hanya dengan sesama pezina atau
dengan orang musyrik. Hal ini disebutkan dalam ayat 3 surat an-Nur:
Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina
tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik,
dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.”
Sekalipun zina adalah perbuatan dosa, tapi tidak berarti dosa yang
tidak dapat diampuni. Menurut hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ubadah
bin as-Samit bahwa orang yang berbuat zina, mencuri dan membunuh, kemudian dia
dihukum dengan hukuman yang telah ditentukan Allah, maka hukumannya itu sebagai
tebusan atas perbuatan dosanya itu. Bagi orang yang berbuat zina tetapi tidak
dihukum, apakah mungkin ia akan diampuni dosanya itu? Mungkin saja, asal dia
betul-betul bertaubat, karena Islam adalah agama yang tidak menghalangi orang
untuk bertaubat, sekalipun Islam juga bukan agama yang mempermudah taubat (Baca
SM beberapa waktu yang lalu mengenai mengawini wanita yang pernah berzina).
Mudah-mudahan bapak yang saudara sebutkan telah berbuat zina adalah termasuk
orang yang telah melakukan dosa tetapi telah bertaubat dan taubatnya itu
diterima Allah.
Saudara penanya, menurut Islam bahwa bahwa seseorang yang berbuat
dosa, orang tua sekalipun (dalam kasus yang saudara tanyakan adalah seorang
bapak berbuat zina) maka yang menanggung dosanya di sisi Allah adalah dia
sendiri. Tidak bisa dosanya itu melimpah kepada orang lain termasuk kepada
anaknya dan pelaku itu sendirilah yang akan mempertanggungjawabkannya. Hal ini
seperti yang saudara sebutkan sendiri bahwa dosa seseorang tidak bisa ditebus
atau ditanggung oleh orang lain, yaitu sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an
surat an-Najm ayat 38-39:
Artinya: “(yaitu) Bahwasanya
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seorang
manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
Dalam Islam diajarkan bahwa seorang anak wajib berbakti kepada orang
tuanya, baik sewaktu keduanya masih hidup di dunia, maupun sesudah meninggal
dunia. Cara berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal dunia antara lain si
anak hendaknya menjadi anak yang baik (waladun salihun) dan
selalu berbuat baik. Kemudian juga mendo’akan orang tuanya, termasuk memohonkan
ampunan bagi keduanya.
Tidak ada dalam al-Qur’an maupun hadis yang mengajarkan bahwa dosa
orang tua dapat ditebus oleh anaknya di dunia dengan cara si anak melakukan
perbuatan dosa seperti perbuatan dosa yang dilakukan orang tuanya. Bahkan kalau
cara ini yang ditempuh, maka si pelaku (anak yang berbuat zina) juga berdosa
dan harus dikenai hukuman pidananya, sementara dosa orang tuanya tidak akan
terkurangi. Oleh karena itu apa yang disarankan oleb ustadz tersebut tidak harus
dituruti bahkan jangan dituruti. Sangat disayangkan saudara tidak
mengemukakan apa argumen atau dalil yang dikemukakan oleh ustadz tersebut, yang
memungkinkan kami untuk membahas kebenarannya. Seandainya saudara bersedia kami
tunggu surat berikutnya tentang argumen atau dalil yang dikemukakan oleh ustadz
tersebut.
0 comments
Post a Comment