Siapa yang tidak kenal dengan Amina Wadud. seorang tokoh Feminis di abad 21 ini telah memberikan sumbangan pemikirannya yang sangat kontrofersial. Banyak pemikiran-pemikiran beliau yang bertentangan dengan apa yang telah ada dan diyakini oleh para umat muslim di dunia. Tanpa berpanjang lebar lagi, berikut akan dipaparkan BIOGRAFI AMINA WADUD serta alur perjalanan hidupnya.
Belum ada penulis yang membahas biografi Amina Wadud secara
lengkap. Biografinya hanya memuat sedikitnya karya-karya ilmiah beliau yang
sampai di Indonesia. Berkaitan dengan tempat kelahirannya, juga masih terjadi
ketidakjelasan. Charlez Kurzman mencatat bahwa Amina Wadud dilahirkan di Amerika
Serikat pada tahun 1952. Berbeda dengan apa yang dicatat oleh Indun Fanani bahwa
Amina Wadud dilahirkan di Malaysia pada tahun 1952. Sejak kecil, ia gemar
membaca. Meskipun demikian, ia tidak terlalu terpesona dengan cerita-cerita
yang bertemakan “gadis yang diselamatkan” dan “laki-laki pemberani”. Tetapi ia
terpesona dengan kata-kata yang mampu memberikan makna dan dimensi, kata-kata
yang mampu memberikan (mempengaruhi) tujuan terhadap kehidupan pribadinya.
Pendidikan dasar hingga perguruan tingginya diselesaikan di Malaysia
dan memperoleh gelar sarjana di Universitas Antar Bangsa. Pada tahun 1986, Amina
Wadud memulai studi masternya di Michigan University dan diselesaikan pada
tahun 1989. Saat ini, Amina Wadud adalah seorang profesor di Universitas
Commonwealth di Richmond, Virginia. Selain itu, ia menjadi seorang peneliti dan
dosen tamu pada sekolah Divinity Harvard sehingga kehidupannya banyak diwarnai
dengan riset-riset pada almamaternya.
Sebagai seorang teolog dan aktivis, Amina Wadud telah melakukan
kunjungan secara ekstensif, yang meliputi kunjungan secara Nasional maupun Internasional
dalam lingkungan akademis dan keagamaan.
Karyanya yang berjudul Quran And Women: Rereading The Sacres Text From A
Woman’s Perspektif telah mengantarkannya sebagai seorang intelektual
muslimah yang dikenal secara Internasional.
Sejak muda, Amina Wadud dikenal sebagai tokoh yang aktif di Non
Goverment Organization (NGO/LSM) yang peduli secara intensif
memperjuangkan hak-hak wanita, baik berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan, dan
relasi-relasi yang lain. Keterlibatannya yang intensif dan keperduliannya yang
jauh tersebut, telah membawa dampak pada dirinya sendiri, yaitu penokohan dan pembawa
gerbong feminisme, karena ia penancap tembok bagi lahirnya feminisme baru di
negaranya.
Amina Wadud juga aktif di organisasi ISTAC, sebuah organisasi yang
bertujuan untuk menghidupkan kembali kajian Islam yang bersifat meta modern,
yang dipimpin oleh Nuqaib Alatan. Organisasi ini kemudian dijadikan master
plan oleh organisasi Konferensi Islam Alternatif (KIA). Selain itu ia juga
menjabat sebagai anggota penasehat PMU (Progressive Muslim Union of North
America) yang didanai oleh Kecia Ali, sebuah organisasi penelitian tentang
program perempuan dalam kajian agama yang berada di Harvard Divinity School.
Sebagai seorang feminis yang berkecimpung dalam wacana pembahasan
perempuan, Amina Wadud ingin mencoba mendobrak dominasi laki-laki terhadap
perempuan dalam segala hal. KeingInannya tersebut didasarkan atas asumsi bahwa
al-Quran merupakan sumber nilai tertinggi yang secara adil mendudukkan
laki-laki dan perempuan secara setara (equal).
Salah satu contoh adalah tindakan kontroversial yang dilakukan pada
pertengahan maret 2005. Amina Wadud menjadi Imam sekaligus Khatib dalam shalat Jumat
di Synod House at The Cathedral of St. John The Divine, salah satu gereja di
Manhattan, New York, dan diakui oleh sekitar seratus orang jamaah laki-laki dan
perempuan.
Adapun karya Amina Wadud yang merupakan master piecenya adalah Quran
and Women: Rereading The Sacred Text From a Women’s Perspective. Karya
monumentalnya ini merupakan satu-satunya karya yang menjelaskan pokok-pokok Pemikiran
Amina Wadud tentang cara membaca (menafsirkan) ayat-ayat al-Quran, terutama
ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah perempuan serta contoh-contoh aplikatif
terhadap metodologi dan pendekatan yang digunakannya dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Quran.
Menurut Charles Kurzman, penelitian Amina Wadud tentang perempuan
dalam al-Quran tersebut merupakan hasil kombinasi bacaan-bacaan tentang gender
di dalam al-Quran dengan pengalaman kaum perempuan Afrika-Amerika untuk
berpendapat bahwa perintah-perintah Islam harus ditafsirkan dalam hubungannya
dengan keadaan historis yang spesifik.
Amina Wadud menuturkan bahwa karyanya tersebut terwujud melalui dua
tahap perkembangan. Pertama, ketika ia sedang menyelesaikan studi tingkat
sarjana di Universitas Michigan antara tahun 1986-1989. Meskipun tidak
mengalami banyak hambatan, namun proyek awal ini tidak mendapatkan dukungan
antusias kecuali dukungan dari Dr. Alton Becker (Pete). Kedua, ketika ia datang
ke Malaysia pada tahun 1989. Disini ia bertemu dengan Dr. Chandra Muzaffar yang
kemudian banyak memberikan masukan-masukan kepadanya terhadap karyanya ini.
Selain telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pada tahun
1992 dan 2001, buku tersebut telah diterjmahkan ke dalam Bahasa Turki pada
tahun 1997 dan Bahasa Arab pada tahun 1996. Karya Amina Wadud ini dipakai
sebagai buku rujukan pada mata kuliah yang berhubungan dengan gender dan Islam serta
Islam dan modernitas di berbagai Universitas di Barat.
Selain karyanya tersebut, ada juga artikel-artikel lainnya, semisal
Quran and Women yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan judul al-Quran
dan Perempuan. Artikel ini merupakan entery point dari karya master
piece diatas. Artikel lainnya adalah In Search of a Women’s Voice in Quranic
Hermeneutics. Artikel ini ditulis Amina Wadud dengan dua tujuan, yaitu pertama,
menghadapi tantangan mainstream yang selama ini digunakan dalam
diskursus Islam yang selalu memarjinalkan atau menolak manfaat dan keuntungan
dari pendapat perempuan. Kedua, untuk memperluas potensi pemahaman pribadi di
antara orang-orang Islam.
Yogyakarta, 24 Juli 2013
Ditulis oleh: Fikri Noor Al Mubarok
(Bagi pembaca yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan menyertakan nama penulis artikel berikut.)
1 comments
"Amina Wadud juga aktif di organisasi ISTAC..."
Adakah ISTAC yang ditubuhkan oleh Prof Syed Muhammad Naquib al-Attas yang dimaksudkan?
Post a Comment